Duh! Potensi Kerugian Ekonomi Imbas PDNS Diretas Bisa Capai Rp6,3 Triliun

Rika Anggraeni
Senin, 1 Juli 2024 | 10:51 WIB
Ilustarasi aktivitas peretasan atau hacking/dok.Kaspersky
Ilustarasi aktivitas peretasan atau hacking/dok.Kaspersky
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memperkirakan kerugian ekonomi yang ditanggung Indonesia imbas sistem layanan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang diretas bisa mencapai Rp6,3 triliun.

Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa jika mengacu anggaran yang digelontorkan pemerintah senilai Rp700 miliar untuk pusat data nasional (PDN), maka semestinya bisa menghemat biaya pelayanan publik sebesar 50%.

Dengan demikian, sambung Huda, ada potensi penghematan sebesar hampir Rp1 triliun per hari. Nominal penghematan ini merupakan ongkos yang harus dikeluarkan untuk hilangnya manfaat pelayanan secara digital per harinya.

Di samping itu, tambah Huda, layanan imigrasi juga mengeluarkan biaya pengalihan cloud ke Amazon. Dia pun memperkirakan ada biaya kehilangan dari penebusan data.

“Saya kalikan dengan multiplier effect, maka kerugian ekonomi sekitar Rp6,3 triliun [imbas PDNS 2 diretas],” kata Huda kepada Bisnis, Senin (1/7/2024).

Huda menjelaskan bahwa kerugian waktu yang ditimbulkan tidak dihitung sebagai biaya yang dikeluarkan masyarakat yang diperkirakan akan cukup besar.

Selain itu, Huda menyampaikan bahwa biaya untuk menunggu paspor yang lebih lama, ataupun waktu pelayanan publik yang suatu saat nanti pasti akan terdampak dari terkuncinya data di PDNS.

Meski demikian, menurut Huda, tumbangnya PDNS 2 imbas diserang hacker tidak ada kaitannya dengan judi online yang tengah diperangi oleh pemerintah. “Dan saya rasa ini pengalihan dari kebodohan pemerintah,” imbuhnya.

Huda menilai bahwa sifat ramsomware yang harus masuk terlebih dahulu ke sistem server nampaknya terlalu mudah jika hanya orang luar di sistem PDNS yang terlibat.

“Saya menduga ada kelalaian manusia [human error] dalam kasus ini. Apakah orang tersebut terduga terafiliasi judi online? Bisa jadi. Tapi lebih bahaya jika ada tendensi yang lebih besar dari itu,” tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkap per 26 Juni 2024, sebanyak 84,75% instansi pengguna terdampak imbas sistem layanan PDNS 2 yang mengalami gangguan sejak 20 Juni 2024.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa 84,75% itu setara dengan 239 instansi pengguna yang terdampak.

“Layanan PDNS 2 per 26 Juni 2024, instansi yang terdampak ada 30 kementerian/lembaga, 15 provinsi, 148 kabupaten, dan 48 kota. Total ada 239 yang terdampak,” dalam Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Kemenkominfo dan BSSN di Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Di sisi lain, instansi pengguna yang tidak terdampak karena daya tersimpan di PDNS 2 terdiri atas 21 kementerian/lembaga, 1 provinsi, 18 kabupaten, dan 3 kota. Totalnya hanya ada 43 instansi pengguna yang layanannya tidak terdampak dari server PDNS 2 yang down.

“Instansi pengguna layanan yang tidak terdampak karena data tersimpan di PDNS 2 hanya data backup,” jelasnya.

Sementara itu, Kemenkominfo mengungkap bahwa instansi pengguna yang berhasil recovery layanan terdiri atas lima layanan. Perinciannya, Kemenkomarves (layanan perizinan event), Kemenkumham (layanan keimigrasian), LKPP (layanan SIKAP), Kemenag (SIHALAL), dan Kota Kediri (ASN Digital).

Dalam kesempatan yang sama, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut bahwa hanya 2% data yang ter-backup imbas sistem layanan PDNS 2 yang lumpuh pada 20 Juni 2024.

Kepala BSSN Hinsa Siburian mengakui kebenaran bahwa negara lain lebih cepat melakukan pemulihan data karena dimungkinkan memiliki Disaster Recovery Center (DRC).

“Kita kan tidak ada backup-nya. Itu yang sebenarnya fatal yang kami lihat dari data center ini, jadi dia tidak bsia langsung karena data yang ada di Batam itu tidak persis sama seperti di Surabaya,” kata Hinsa.

Jawaban Hinsa diinterupsi oleh Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno yang menyebut bahwa tidak adanya backup data merupakan kondisi yang mengecewakan. Padahal, kata dia, pembangunan PDNS 2 tidak membutuhkan 1-2 hari, melainkan direncanakan sudah bertahun-tahun.

“Betul, Pak. Jadi kita ada kekurangan di tata kelola, kita memang akui itu. Dan itu yang kami laporkan juga, karena kita diminta untuk masalah apa saja kok bisa terjadi, itu salah satu yang kita laporkan,” jawab Hinsa.

Sidang ini makin menarik saat pimpinan rapat sidang Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid menginterupsi sekaligus mengoreksi pernyataan Kepala BSSN yang menyebut persoalan data center adalah tata kelola, melainkan kebodohan.

“Maksudnya, Pak. Kalau nggak ada backup itu bukan tata kelola, Pak. Berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja, sih, Pak,” kata Meutya.

Apalagi, data nasional ini dipadukan dengan seluruh kementerian/lembaga. Dia pun menyinggung beberapa kementerian yang belum comply dengan data. “Itu malah yang selamat [yang belum bergabung]. Yang paling patuh imigrasi saya dengar, itu yang paling nggak selamat,” tambahnya.

“Intinya jangan lagi bilang tata kelola, karena ini bukan masalah tata kelola, ini masalah kebodohan, punya data nasional tidak ada satu pun backup berarti kan,” lanjut Meutya.

Hinsa pun diam, tidak menanggapi penjelasan pimpinan rapat dan melanjutkan pembahasan lain.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper