Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat ekonomi digital memperkirakan praktik jual kembali jasa internet secara ilegal alias RT/RW Net ilegal makin berkembang di area rural, seiring masuknya Starlink ke Indonesia tahun ini. Kehadiran Starlink belum tentu mampu mendongkrak peringkat kecepatan internet Indonesia di global.
Pada kuartal I/2024, Indonesia menempati urutan ke-103 perihal kecepatan internet mobile, dan urutan ke-128 untuk kecepatan internet fixed broadband. Hadirnya Starlink belum tentu berdampak pada perbaikan peringkat Indonesia, karena peringkat internet dihitung berdasarkan rata-rata kecepatan pengguna.
Starlink dapat memberikan internet secara merata, tetapi karena harganya mahal jumlah penggunanya kemungkinan sedikit atau masih kecil jika dibandingkan dengan total pengguna internet Indonesia yang di atas 200 juta.
Selain itu, Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura juga mengatakan bahwa satelit Starlink bisa mengancam penyelenggara jasa internet atau internet service provider (ISP) dan menjadi ‘ladang’ praktik RT/RW Net ilegal, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)
“Jadi banyak RT/RW Net yang ilegal nanti. Karena dia tidak perlu kabel, tinggal kelihatan langit, internet langsung bisa, mau di pelosok mana pun, tinggal dia cari pasar, cari user,” kata Tesar saat dihubungi Bisnis, Jumat (10/5/2024).
Alhasil, Tesar menuturkan bahwa praktik RT/RW Net ilegal diprediksi bisa makin bertambah dengan kehadiran Starlink. “Sangat, karena pengawasan kita lemah. Itu sangat mempengaruhi,” ungkapnya.
Perkiraan makin maraknya praktik RT/RW Net ilegal itu pun bukan tanpa sebab, mengingat harga langganan Starlink yang dibanderol mulai dari Rp750.000 per bulan. Menurut Tesar, dengan harga yang terbilang mahal, Starlink akan sulit dibeli di wilayah pedesaan.
“Jika dibantu oleh RT/RW Net ilegal, jadi mampu [berlangganan Starlink]. RT/RW Net ilegal jadi makin berkembang di desa-desa, bisa jadi, potensi,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk menindak praktik RT/RW Net legal.
Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan penertiban terhadap 150 penyelenggara ilegal selama 2023. Kemenkominfo juga telah melakukan sosialisasi ketentuan jual kembali jasa telekomunikasi di lima lokasi, di antaranya Jakarta, Cirebon (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), Salatiga (Jawa Tengah), D.I. Yogyakarta (pada Februari—Maret 2024), dan Banten (April 2024).
“Yang intinya seluruh ISP wajib mematuhi ketentuan jual kembali jasa telekomunikasi dan pelanggaran atas hal tersebut akan dikenakan sanksi administratif, diharapkan seluruh penyelenggara ISP secara sinergis dan kolaboratif melakukan pencegahan dan upaya untuk turut menurunkan kegiatan ilegal,” kata Wayan kepada Bisnis.
Telkomsel dan XL Tertutup Bagi RT/RW Net Ilegal
Sementara itu, VP Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel Saki H. Bramono mengatakan bahwa Telkomsel mendukung pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tegas dan efektif, termasuk tindakan hukum yang diperlukan.
Menurut Saki, untuk menyelamatkan industri telekomunikasi, pemerintah juga harus menerapkan prinsip equal playing field yang sama kepada perusahaan atau perseorangan yang melakukan praktik penjualan kembali layanan internet ilegal seperti layanan RT/RW Net.
“Tanpa equal playing field yang sama, RT/RW Net dapat menghambat pertumbuhan dan merugikan industri telekomunikasi,” kata Saki kepada Bisnis, Kamis (18/4/2024).
Senada, Head of External Communications XL Axiata Henry Wijayanto menyampaikan bahwa perusahaan sangat mendukung komitmen dan upaya pemerintah untuk melakukan pelarangan dan penertiban atas praktik menjual kembali layanan internet secara ilegal kepada pelanggan atau RT/RW Net.