Bisnis.com, SOLO - Salah seorang pejabat Ukraina dilaporkan mengecam CEO SpaceX, Elon Musk, dan menuduh sang crazy rich memerintahkan para insinyur untuk mematikan jaringan satelit Starlink di Krimea tahun lalu untuk menggagalkan serangan Ukraina terhadap kapal perang Rusia.
Menurut biografi baru Musk, miliarder kelahiran Afrika Selatan itu bertanya, “Bagaimana keadaan saya dalam perang ini?” selama wawancara dengan penulis Walter Isaacson.
Dilansir BBC, pemerintah Barat berupaya memasuk Kyiv dengan banyak sistem artileri setelah Rusia melakukan invasi ke wilayah tersebut.
Sistem pertahanan yang dipasok Barat termasuk pertahanan udara dengan membangun terminal Starlink pertama Musk di negara tersebut.
Akan tetapi, Musk ternyata tidak senang. Sebab menurutnya, Starlink buatannya tidak dimaksudkan untuk terlibat dalam perang yang terjadi antara dua negara bekas Uni Soviet tersebut.
“Starlink tidak dimaksudkan untuk terlibat dalam perang. Hal ini dilakukan agar orang-orang dapat menonton Netflix dan bersantai serta online untuk bersekolah dan melakukan hal-hal baik yang damai, bukan serangan drone,” kata Musk, menurut buku tersebut.
Dia mengatakan kepada Isaacson bahwa dia khawatir serangan Ukraina terhadap kapal-kapal Rusia akan memprovokasi Kremlin untuk melancarkan perang nuklir.
Seorang pembantu utama Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengecam Musk atas pengungkapan tersebut.
“Dengan tidak mengizinkan drone Ukraina menghancurkan sebagian armada militer Rusia melalui campur tangan Starlink, Elon Musk mengizinkan armada ini menembakkan rudal Kalibr ke kota-kota Ukraina,” tulis Mykhailo Podolyak pada Kamis di media sosial.
Pejabat tersebut kemudian mengatakan Elon Musk sudah sangat egois dan keegoisannya membuat banyak nyawa melayang.
“Akibatnya, warga sipil dan anak-anak terbunuh. Ini adalah harga dari campuran ketidaktahuan dan ego yang besar,” tambahnya di X, yang dulunya bernama Twitter.
Tuduhan Elon Musk sebagai antek Rusia memang sudah mengemuka sejak lama. Ia beberapa kali membela manuver yang dilakukan oleh pejabat negeri Vladimir Putin tersebut.
Contohnya ketika Dmitry Medvedev, Wakil Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, men-tweet bahwa Ukraina adalah "rezim Nazi", Musk membela hak mantan presiden itu untuk men-tweet.
Beberapa orang pro-AS dan Ukraina juga sempat meminta Twitter membekukan akun Medvedev. Akan tetapi dengan tegas, hal tersebut dibela oleh Elon Musk.
"Semua berita sampai taraf tertentu adalah propaganda. Biarkan orang memutuskan sendiri," kata Musk.