"Kami melihat mereka membeli smartphone 5G adalah untuk investasi. Saat 5G sudah mulai merata di Indonesia, mereka dapat dengan segera menikmati jaringan 5G tersebut," ujar Ilham.
Berdasarkan laporan Counterpoint Research terbaru, imbuhnya, pengiriman smartphone 5G tumbuh paling tinggi di antara semua brand smartphone besar lainnya dengan pertumbuhan 165 persen dalam suatu tahun terhadap data tahun sebelumnya (YoY) pada kuartal IV/2021.
Sebelumnya, Kemenkominfo menargetkan jaringan internet generasi kelima atau 5G merata di Indonesia pada 2024 sampai 2025. Untuk itu, pemerintah gencar melakukan penataan spektrum atau refarming hingga membangun ekosistem 5G.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemenkominfo Ismail mengatakan target 5G merata hingga 2024 yang dicanangkan berkaca pada implementasi 4G. Jaringan internet itu membutuhkan waktu enam hingga tujuh tahun untuk bisa merata di Indonesia.
"Maka 5G tentu kami harapkan akan bisa lebih cepat dari 4G. Sejak diimplementasikan 2021, kami harapkan 2024 sampai 2025 sudah bisa meluas dan merata seperti halnya kondisi 4G," katanya dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu.
Agar implementasi 5G tepat waktu, kementerian gencar melakukan penataan ulang (refarming) spektrum frekuensi, seperti salah satunya melakukan refarming spektrum pita frekuensi 2,3 GHz.
Dari sisi frekuensi, 5G membutuhkan semua jenis lapisan frekuensi dari yang rendah atau 700 MHz, tengah 2,6 GHz dan tinggi 3,5 GHz. Spektrum 700 MHz untuk memperluas cakupan 5G, 2,6 GHz untuk meningkatkan kapasitas internet dan 3,5 GHz untuk mengurangi latensi atau keterlambatan pengiriman data antarperangkat.
Adapun saat ini Kemenkominfo telah menginisiasi pengembangan jaringan 5G mencakup daerah di 13 kota di Indonesia. Secara operasional, jaringan 5G merupakan teknologi yang lebih ramah lingkungan, dengan lebih banyak bit data per kilowatt energi dibandingan generasi nirkabel sebelumnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan teknologi 5G bisa digunakan pada kota cerdas (smart city), desa cerdas (smart village), bandara cerdas (smart airport) dan pelabuhan cerdas (smart harbor) bersama penggunaan Internet of Things (IoT).
Selain itu, Indonesia juga membutuhkan kolaborasi dengan sektor swasta untuk mengembangkan sensor cerdas (smart sensor) untuk menjaga keselamatan pegawai.
"Pada sektor lain, diharapkan perusahaan privat mengembangkan efisiensi dengan memanfaatkan teknologi seperti virtual reality, augmented reality dan metaverse," tuturnya.