Kebijakan Berbagi Jaringan Bisa Ciptakan Persaingan Usaha Tak Sehat

Feni Freycinetia Fitriani
Kamis, 18 Juni 2020 | 19:01 WIB
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Mekanisme berbagi jaringan atau network sharing di industri telekomunikasi sudah berjalan sangat baik. Meski demikian, ada beberapa tantangan yang dihadapi.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Muhammad Arif Angga mengatakan network sharing sudah diterapkan pada perangkat telekomunikasi pasif seperti menara telekomunkasi (tower) dan ducting.

"Tentu saja network sharing ini menghemat capex, tetapi penerapan antara sesama penyelenggara jaringan masih sulit dilaksanakan karena mereka berada pada pasar yang sama," katanya dalam siaran pers, Kamis (18/6/2020).

Dia justru menilai network sharing antarpenyelenggara jaringan berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan kanibalisme.

Menurutnya, network sharing seperti menguntungkan bagi penggelaran jaringan karena tidak perlu investasi. Namun, kebijakan ini justru berpotensi menimbulkan perebutan antar penyelenggara jaringan.

"Para pemain berusaha di jalur dan pangsa pasar sama," imbuhnya.

Kondisi sulitnya network sharing juga dialami penyelenggara selular. Jika salah satu operator telah melakukan investasi besar-besaran dan diminta untuk berbagi jaringan dan frekuensi di satu wilayah, lanjutnya, maka ada potensi pangsa pasar penyelenggara selular tersebut digerus operator yang baru masuk.

Penyelenggara yang baru masuk tentu akan melakukan promosi dan menjual harga yang murah bahkan di bawah harga produksi untuk mendapatkan market di tempat baru tersebut.

Dia  menilai, network sharing tidak mudah juga bagi penyelenggara jaringan dan penyelenggara selular. Perang harga antar sesama penyelenggara jaringan akan berujung pada persaingan usaha tidak sehat yang dapat mengancam keberlangsungan industri.

“Kalau ditanya mana yang lebih cepat mendapatkan keuntung, tentunya menjual jasa telekomunikasi jauh lebih cepat. Kami harus menggeluarkan capex yang besar pengembalian modalnya memerlukan waktu setelah 5 tahun,” papar Angga.

Angga meminta agar pemerintah dapat membuat aturan yang jelas. Jangan karena ingin mengurangi capex, justru nantinya berakibat pada lesunya pembangunan jaringan telekomunikasi.

Dia menambahkan, Regulasi yang tidak jelas juga bisa membuat pelaku industri dikemudian hari akan berurusan dengan hukum. Sudah ada penyelenggara jaringan yang dipidanakan karena melakukan network sharing.

Pasal 9 UU 36/1999 tentang Telekomunikasi berbunyi network sharing hanya diperkenankan antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa. Bukan antara penyelenggara jaringan. Hal ini menjadi tantangan dalam menerapkan network sharing dari aspek regulasi.

Direktur Utama XL Axiata Dian Siswarini mengatakan adanya kebutuhan regulasi network sharing untuk mengantisipasi datangnya teknologi baru.

Dian mengajak operator-operator telekomunikasi lain untuk bekerjasama untuk bisa mewujudkan penerapan 5G di Tanah Air. Dengan demikian, beban investasi yang sangat besar bisa ditanggung bersama dan masyarakat bisa segera menikmati kualitas internet yang lebih cepat.

“Mustahil network sharing diberlakukan di Jakarta karena ada 50 perusahaan penyelengara jaringan. Logikanya jumlah penyelenggara jasa lebih dari itu. Pasti sulit untuk mengaturnya," ucapnya.

Jika ingin telekomunikasi dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia, maka regulasi network sharing harus diberlakukan di daerah-daerah yang penetrasi broad band masih rendah

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper