RT/RW Net Ilegal Bikin Pengusaha Internet Menjerit, Langkah Prabowo Ditunggu

Rika Anggraeni
Senin, 7 Oktober 2024 | 07:00 WIB
Teknisi melakukan perbaikan jaringan kabel internet rumah di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/7/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone
Teknisi melakukan perbaikan jaringan kabel internet rumah di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/7/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo belum berhasil memberantas praktik RT/RW Net ilegal. Maraknya pratik melanggar hukum ini mengancam bisnis pemain internet eksisting. Presiden terpilih Prabowo Subianto diharapkan melibatkan seluruh pihak dalam memberantas praktik ini.

RT/RW Net ilegal merupakan reseller jasa internet ilegal yang biasarnya berada di lingkungan RT/RW. Praktik RT/RW Net ilegal menjadi momok bagi pemain internet karena mereka kerap menjual layanan dengan harga paket kecil dan harga murah. 

Sebagai gambaran, jika operator menjual paket internet rumah seharga Rp300.000 per bulan untuk 50 Mbps, pelaku RT/RW Net ilegal menjual dengan harga Rp100.000 per 10 Mbps. 

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif mengatakan bahwa masih menjamurnya keberadaan RT/RW Net ilegal menjadi salah satu daftar perhatian penting bagi asosiasi.

Praktik RT/RW Net Ilegal berisiko merusak tatanan industri, baik dari sisi harga hingga kualitas layanan ke pelanggan.

“Ini nggak fair [adil], ketika yang ilegal ini tidak diberantas. Dan ini perlu benar-benar kerja keras, bukan dari Kemenkominfo, tetapi dari penegak hukum,” kata Arif saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, dikutip pada Minggu (6/10/2024).

Menurut Arif, harus ada tindakan tegas untuk memberantas RT/RW Net ilegal yang masih menjamur. Namun, kata dia, langkah pertama yang bagus dilakukan adalah dengan pembinaan. 

Dia menjelaskan, tindakan tegas itu harus dilakukan lantaran pemain RT/RW Net ilegal tidak berkontribusi terhadap negara, termasuk tidak membayar pajak.

Untuk itu, Arif juga berpesan agar pemerintah selanjutnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam memberantas RT/RW Net ilegal. 

Pemberantasan tidak bisa hanya mengandalkan Kemenkominfo. 

Petugas memperbaiki kabel serat optik
Petugas memperbaiki kabel serat optik

Sebab, Arif menyampaikan bahwa penyelenggara internet ilegal memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan Internet Service Provider (ISP) legal.

Adapun, dalam tiga tahun terakhir, APJII mencatat penyelenggara jasa internet telah bertumbuh lebih dari dua kali lipat menjadi 1.170 ISP.

“Mereka [Kemenkominfo] harus melibatkan asosiasi, juga melibatkan penegak hukum dalam hal ini,” ujarnya.

Wabah Ilegal di Wilayah Rural

Tidak hanya di perkotaan, pratik RT/RW atau RT/RW Net ilegal juga telah menyebar hingga daerah rural. Praktik ini menjadi ancaman bagi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang hendak menjajakan paket internet resmi dan sesuai dengan aturan. 

Sekretaris dan Pengelola Layanan Akses Internet Bumdes Bedono Sejahtera Rendi Setiawan mengatakan salah satu tantangan dalam mendorong layanan internet di pedesaan adalah bersaingan dengan RT/RW Net ilegal. 

Para reseller tak berizin itu menjual kembali layanan internet yang telah ‘dipotong-potong’ dengan harga sangat murah. Tidak hanya itu, para reseller internet ilegal juga melakukan pengrusakan atas infrastruktur internet reseller resmi seperti Bumdes.

“Mereka masih ilegal (RT RW net) mereka menjual lebih murah dan sering merusak infra struktur kami. ODP (Optical Distribution Point) kami hilang, kabel putus beberapa kali,” kata Rendy. 

Untuk diketahui, ODP merupakan tempat terminasi kabel yang memiliki sifat tahan korosi, dan tahan cuaca. Alat ini sulit mengalami kerusakan kecuali karena faktor manusia. ODP berfungsi sebagai tempat instalasi sambungan terutama untuk menghubungkan kabel distribusi dan kabel drop.

Dia menjelaskan dari sisi harga, RT/RW Net ilegal menjual layanan hingga Rp75.000-Rp100.000 per bulan. Jauh di bawah harga Bumdes yang juga sudah murah, yang seharga Rp150.000 per bulan. Dengan kondisi ini, Bumdes kesulitan untuk menjual internet ke para pelanggan. 

Bumdes Bedono Sejahtera berada di Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Semarang, Jawa Tengah. Bumdes Bedono merupakan satu dari puluhan Bumdes yang terlibat dalam program maturasi desa melalui digitalisasi yang digalakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). 

Dalam program tersebut, Bakti bekerja sama dengan penyedia jasa internet (ISP) dan badan usaha bekerja sama dalam menyebarkan internet ke daerah rural.

Internet yang dihadirkan tersebut digunakan untuk berbagai hal seperti menjalankan tata kelola pemerintahan berbasis digital, edukasi, hingga berjualan secara daring.

Khusus untuk Bumdes Bedono, total kapasitas bandwidth yang digunakan sebesar 1 Gbps, yang telah melayani 412 pelanggan rumah, 4 pelanggan sekolah, hingga 2 instansi pemerintahan. 

Selain Bumdes Bedono, keresahan yang sama juga dialami oleh Bumdes Serdam Maju Bersama di Kalimantan Barat. Praktik RT/RW Net ilegal telah membuat bisnis internet bumdes terganggu karena pasar lebih memilih berlangganan internet murah meskipun tidak memiliki izin resmi. 

“Secara harga mereka lebih rendah. Ini juga yang dikeluhkan oleh provider-provider karena mereka ilegal,” kata Sekretaris Bumdes Serdam Maju Bersama Hermansyah. 

Data penggunaan internet di daerah rural
Data penggunaan internet di daerah rural

Berdasarkan catatan Bisnis, Pulau Jawa menjadi wilayah yang paling banyak ditemukan praktik RT/RW Net ilegal, sejalan dengan tingginya populasi di wilayah itu.

Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan upaya bersama para pemangku kepentingan untuk pembinaan dan penertiban berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi serta aduan masyarakat.

Wayan menyatakan bahwa Kemenkominfo melakukan sejumlah tindakan atas praktik RT/RW Net ilegal yang masih terjadi di tengah masyarakat. Salah satunya dengan melakukan penertiban terhadap 150 penyelenggara ilegal selama 2023.

Kemenkominfo juga telah dilakukan sosialisasi ketentuan jual kembali jasa telekomunikasi di lima lokasi, yakni Jakarta, Cirebon (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), Salatiga (Jawa Tengah), D.I. Yogyakarta pada Februari—Maret 2024, dan Banten pada April 2024.

Pada 28 Februari 2024, Kemenkominfo juga telah dikirim surat Direktur Pengendalian Pos dan Informatika perihal Kewajiban Memenuhi Ketentuan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi Nomor: B-2585/DJPPI.6/ PI.05.03/02/2024 tanggal 13 Februari 2024 kepada seluruh penyelenggara ISP, yaitu 1.003 penyelenggara.

“Yang intinya seluruh ISP wajib mematuhi ketentuan jual kembali jasa telekomunikasi dan pelanggaran atas hal tersebut akan dikenakan sanksi administratif, diharapkan seluruh penyelenggara ISP secara sinergis dan kolaboratif melakukan pencegahan dan upaya untuk turut menurunkan kegiatan ilegal,” terangnya.

Selain itu, lanjut Wayan, juga dilakukan aduan masyarakat terkait pelaku usaha RT/RW Net ilegal dan kemitraan yang tidak sesuai dengan ketentuan pemanggilan kepada penyelenggara NAP dan ISP pada 2–4 April 2024 untuk dilakukan klarifikasi. Serta, terhadap 11 penyelenggara NAP/ISP telah diterbitkan Surat Teguran Pertama.

Serta, pada 7 April 2024 telah dikirim surat Direktur Pengendalian PPI Nomor: B-257/DJPPI.6/PI.05.03/04/2024 tanggal 5 April 2024 perihal pemberitahuan ke seluruh penyelenggara ISP. Surat tersebut agar penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin penyelenggaraan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper