Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan sebanyak 700 dari 1.170 (sekitar 60%) anggota APJII saat ini berbisnis internet di Pulau Jawa. Padatnya pemain di Pulau Jawa berdampak pada persaingan yang kurang sehat dan penurunan kualitas.
Ketua Umum APJII Muhammad Arif menilai, dengan pengurusan izin menjadi ISP yang terlalu mudah membuat tumpukan pengusaha internet di wilayah tertentu, terutama di area komersial.
Dia mengusulkan agar pemerintah melakukan moratorium perizinan penyelenggara internet atau Internet Service Provider (ISP) di wilayah Jakarta, tepatnya di Pulau Jawa.
“Akhirnya karena terlalu mudah, entry barrier ke bisnis industri nya terlalu rendah. Jadi semua orang bisa mengurus izin ISP,” kata Arif saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, dikutip pada Minggu (6/10/2024).
Alhasil, lanjut dia, jumlah ISP menjadi banyak, namun dengan kualitas yang tidak terlalu kokoh lantaran terjadinya penumpukan pemain internet.
Menurut catatan APJII sebanyak 700 dari 1.170 anggota mereka saat ini berbisnis di Pulau Jawa. Artinya sekitar 70% pengusaha internet dalam negeri, menumpuk di Pulau Jawa.
“Saya berpikir memang perlu adanya pembatasan ke depan, moratorium, terutama dari sisi penyelenggara telekomunikasi ISP, di Jawa saja udah 700 lebih [ISP],” ujarnya.
Untuk itu, APJII juga mendorong adanya regulasi yang mampu menjaga keberlangsungan dari industri ISP, yakni melalui moratorium perizinan.
“Moratorium ini terutama mungkin di Pulau Jawa dulu ya, jadi jangan sampai ada izin baru lagi Pulau Jawa, karena udah terlalu ramai,” ungkapnya.
Menurutnya, pengusaha internet di Pulau Jawa mesti diatur. Pasalnya, jika tidak diatur, maka industri internet akan menjadi tak terkontrol yang berimbas pada persaingan harga internet antar pemain.
“Kalau nggak diatur, ini akan kacau banget ke depannya. Persaingan harga udah semakin tidak bisa dikontrol, akhirnya merugikan semuanya,” jelasnya.
Di samping itu, persaingan harga juga akan merugikan masyarakat. Menurut Arif, meski harga layanan internet yang ditawarkan murah, namun tidak ada kualitas.
Arif menyebut bahwa pemerintah harus mengatur ulang penyebaran ISP melalui moratorium. Bahkan, dia juga menyarankan agar syarat menjadi ISP perlu lebih ditingkatkan agar bisnis sustain.
“Karena ujung-ujungnya kalau semakin hancur, harga akan semakin hancur, para pengusaha juga akhirnya menjerit, beban kewajiban dari pemerintah terus berjalan, dan market juga hancur, akhirnya kualitas buat masyarakat juga hancur,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa jika APJII susah mengajukan permintaan resmi kepada pemerintah, maka moratorium perizinan ISP bisa dilakukan.
Adapun skenarionya, kata Heru, jika pemain internet sudah lebih banyak dibandingkan kebutuhan di suatu wilayah, maka mereka bisa berpindah ke wilayah lain yang belum terjangkau internet. Namun, Heru menjelaskan, mesti ada permintaan dari asosiasi.
“Kalau misalnya dari APJII merasa sudah padat dan memang perlu dimoratorium, dimoratorium harusnya. Karena kan moratorium sebenarnya juga untuk menyehatkan para pemain,” terangnya.
Sebab, lanjut dia, jika pemain internet terlalu menumpuk di suatu wilayah maka akan gulung tikar di tengah jalan, lantaran tidak bisa bersaing dengan pemain lain.
“Jadi peran pemerintah itu tidak hanya mengeluarkan izin, tetapi juga membina,” pungkasnya.