Bisnis.com, JAKARTA - TikTok, platform social commerce asal China, mempererat cengkramannya di pasar Indonesia. Belum puas masuk ke bisnis e-commerce dengan mengakuisisi 75% saham Tokopedia, anak usaha ByteDance itu dikabarkan masuk ke bisnis tiket pesawat, hotel hingga pemesanan makanan.
Rumor masuknya TikTok ke bisnis hotel hingga tiket pesawat berawal dari pernyataan sumber anonim South China Morning Post yang menyebut TikTok bakal terjun ke bisnis hotel dan pemesanan makanan dengan menggandeng pihak ketiga. Rumor lain yang beredar menyebut bahwa TikTok akan mengakuisisi platform online travel agent (OTA) dalam negeri.
Saat ini terdapat dua platform OTA lokal besar yaitu Traveloka dan Tiket.com milik Grup Djarum.
Juru Bicara TikTok membantah bahwa mereka akan mengakuisisi perusahaan teknologi lokal. Pun dengan pihak Traveloka yang enggan menanggapi rumor tersebut.
Namun, perihal eksplorasi TikTok ke bisnis tiket pesawat hingga pemesanan hotel serta makanan, Juru Bicara TikTok tidak menampik dan tidak membenarkan.
Perang Insentif
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan sebagai pemain baru di industri OTA, TikTok akan bersaing dengan pemain eksisting yang telah hadir lebih dari 5 tahun.
Namun, lanjut Huda, bagi TikTok kemungkinan persaingan tersebut tidak akan sulit mengingat TikTok memiliki basis pengguna yang besar.
Dia memperkirakan TikTok akan mengkapitalisasi penggunanya yang mencapai 112 juta di Indonesia menurut laporan We Are Social pada April 2023. Kekuatan permodalan akan menjadi penentu jika TikTok ingin menjadi pemimpin di industri OTA. Aksi bakar uang tidak dapat dihindari.
“Bakar uang akan kembali menyala. Pemerintah perlu memastikan persaingan di industri tetap sehat dan tidak merugikan konsumen baik dalam jangka menengah maupun panjang,” kata Huda kepada Bisnis, Rabu (17/7/2024).
Pemberian insentif untuk mengejar pertumbuhan bukan hal baru bagi TikTok. Pada Mei 2023, Phillip Securities Research sempat mengeluarkan laporan yang menyebut bahwa TikTok menggelontorkan dana sebesar Rp9 triliun - Rp12 triliun per tahun untuk insentif. Dana tersebut setara dengan 6% hingga 8% dari target nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) TikTok sebesar US$ 10 miliar pada periode tersebut.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan hadirnya TikTok di industri OTA akan mengancam para pemain eksisting seperti Traveloka, Tiket.com, Agoda, Booking.com dan lain sebagainya.
Dengan modal dan kekuatan yang dimiliki TikTok diramal mencaplok pasar pemain eksisting. ”Masuknya TikTok bisa mendominasi atau mengambil alih pasar yang ada,” kata Heru.
Namun, Heru berpendapat bahwa peluang TikTok untuk masuk ke industri OTA kecil jika menggunakan jalur organik. TikTok membutuhkan waktu dan ongkos besar untuk mengembangkan layanan di pasar akomodasi.
Selain itu, Heru juga menyoroti mengenai regulasi peralihan dari media sosial ke OTA. Menurutnya, jika TikTok yang selama ini dikenal sebagai media sosial ingin masuk ke bisnis OTA, maka harus mengakuisisi perusahaan teknologi seperti yang dilakukan kepada Tokopedia.
Heru menilai tanpa melakukan akuisisi TikTok bakal terbentur oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Untuk diketahui, pasal 1 butir (2) Permendag no.31 menyebutkan bahwa PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Maka, online travel agent masuk ke dalam kategori PMSE.
“Platform perjalanan itu [adalah] e-commerce. Kalau dari awal akan berat, sementara social commerce tidak boleh. Strateginya seperti dijalankan pada Tokopedia,” kata Heru.
Heru menilai bahwa peraturan tersebut akan menjadi penghambat TikTok untuk mengembangkan layanan OTA secara mandiri. Alhasil, satu-satunya cara yang dapat ditempuh adalah lewat akuisisi startup RI baik lokal maupun global yang beroperasi di Indonesia.
“Tantangan lainnya adalah mencari mitra yang pas untuk diambil alih sahamnya,” kata Heru.
Geopolitik
Ketua Umum Idiec Tesar M. Sandikapura menilai TikTok berambisi meniru langkah WeChat di China dengan mengembangkan super aplikasi. Dia berpendapat bahwa kabar TikTok untuk mengembangkan layanan di bisnis hotel dan tiket pesawat adalah sesuatu yang masuk akal, termasuk soal akusisi perusahaan lokal.
Meski sempat membantah, menurut Tesar, TikTok akan mengambil langkah pragmatis untuk mengusai pasar startup lokal. TikTok tidak butuh teknologi dari startup dalam negeri.
“TikTok pasti sudah punya teknologi. Dia tidak mau dari nol. Sementara itu startup tidak bisa lagi jualan valuasi karena sudah di atas 5 tahun. Sudah mentok pasarnya. Sudah titik jenuh. Tinggal perusahaan yang punya uang dengan mudah mengakuisisi, dengan harga murah,” kata Tesar.
Tesar juga berpendapat bahwa masuknya TikTok ke OTA akan membuat persaingan di OTA menjadi makin ketat, bahkan mengerucut pada duopoli atau jenis oligopoli dengan dua perusahaan memiliki kontrol dominan atas pasar.
Faktor lain yang menjadi perhatian Tesar adalah potensi masuknya warga asing ke Indonesia jika OTA lokal dikuasai TikTok. Perusahaan social commerce tersebut dapat menetapkan harga murah untuk tujuan penerbangan ke negara tertentu, misalnya China - Indonesia.
“Bisa diskon besar-besar China Indonesia. Ini sudah geopolitik. Indonesia potensinya memang luar biasa,” kata Tesar.