TikTok Buka Suara soal Kabar PHK Ratusan Pegawai Tokopedia

Pernita Hestin Untari
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:09 WIB
Warga mengakses aplikasi Tiktok di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mengakses aplikasi Tiktok di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA  --- TikTok buka suara mengenai kabar pemutusan hubungan kerja ratusan pegawai Tokopedia. Dalam keterangannya, TikTok menyampaikan bahwa hal itu dilakukan setelah melakukan evaluasi yang mengukur jumlah tim dan kebutuhan bisnis. 

"Kami secara rutin mengevaluasi kebutuhan bisnis dan melakukan berbagai penyesuaian untuk memperkuat organisasi kami serta memberikan layanan yang lebih baik kepada para pengguna," kata juru bicara TikTok kepada Bisnis, Senin (25/8/2025). 

TikTok menekankan bahwa perusahaan berkomitmen untuk terus berinvestasi di Tokopedia dan Indonesia sebagai bagian untuk mendorong pertumbuhan bisnis dan inovasi yang berkelanjutan. 

Sebelumnya, TikTok-Tokopedia dikabarkan melakukan PHK terhadap 420 pegawai. PHK dilakukan 2 tahap. Pertama pada Juli 2025 dengan jumlah pegawai terdampak 180 karyawan. Sebulan kemudian, PHK kembali dilakukan terhadap 240 karyawan. 

Diketahui berdasarkan riset Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) TikTok-Tokopedia tertinggal dari Shopee dalam hal penguasaan pangsa pasar.

Shopee meraih pangsa akses pengguna sebesar 53,22% pada 2025, naik signifikan dibandingkan capaian pada 2024 yang sebesar 41,65%. Di peringkat kedua, TikTok Shop mencatat kenaikan penggunaan menjadi 27,37% dari 12,20% pada tahun lalu.

Sementara Tokopedia berada di posisi ketiga dengan pangsa 9,57%. Shopee juga menjadi favorit utama lintas demografi.

Jika dilihat berdasarkan generasi, platform berlogo oranye ini mendominasi di semua kelompok umur, mulai dari Gen Z (52,97%), Milenial (52,85%), Gen X (54,24%), hingga Baby Boomers (55,25%). Bahkan, responden dari generasi Pre Boomers tercatat 100% memilih Shopee sebagai toko online yang diakses.

Secara gender, Shopee juga konsisten memimpin, dengan 54,03% laki-laki dan 52,39% perempuan menggunakannya.

Survei ini juga memotret kebiasaan belanja masyarakat Indonesia secara daring. Sekitar 30,34% responden bertransaksi beberapa kali dalam sebulan, dan 2,41% bahkan belanja hampir setiap hari.

Meski begitu, masih ada 27,69% yang menyatakan belum pernah melakukan transaksi online. Soal pengeluaran, mayoritas pembeli online Indonesia menghabiskan dana berkisar Rp100.001 hingga Rp500.000 per bulan (63,35%).

Sementara itu, 17,85% responden hanya belanja kurang dari Rp100.000, dan 12,95% membelanjakan antara Rp500.001 hingga Rp1 juta. Sisanya mengeluarkan lebih dari Rp1 juta setiap bulan untuk belanja daring.

Jenis produk yang paling sering dibeli secara online adalah pakaian dan aksesoris (43,74%), produk kecantikan dan perawatan diri (14,57%), peralatan rumah tangga (11,50%), makanan dan minuman (10,64%), elektronik dan gadget (8,31%), produk otomotif (6,92%), produk kesehatan (1,45%), serta produk anak atau bayi (2,03%).

Kenaikan penetrasi belanja daring ini dipicu kemudahan transaksi, pilihan produk yang semakin beragam, dan promosi agresif dari e-commerce. 

Namun, survei juga mencatat beberapa alasan masyarakat belum tertarik berbelanja online, terutama karena lebih suka membeli langsung (53,97%) dan tidak yakin dengan kualitas barang (38,72%).

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami