APJII Tuding Pemerintah Diskriminatif, Beri 'Karpet Merah' untuk Starlink

Rika Anggraeni
Senin, 27 Mei 2024 | 20:50 WIB
Logo Starlink pada salah satu satelit orbit rendah/dok. tangkapan layar SpaceX
Logo Starlink pada salah satu satelit orbit rendah/dok. tangkapan layar SpaceX
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyoroti pemberian sertifikasi uji laik operasi (ULO) tanpa proses yang jelas dan transparan kepada Starlink. Pemerintah diduga memberikan hak istimewa atau 'karpet merah' kepada satelit milik Elon Musk.

Ketua Umum APJII Muhammad Arif menilai bahwa Starlink mendapatkan sertifikat ULO tanpa proses yang jelas. Dia menyebut bahwa keputusan pemerintah yang izin kepada Starlink tanpa melibatkan atau konsultasi dengan pemangku kepentingan lokal menimbulkan tanda tanya besar.

“Proses pemberian sertifikasi yang cepat bagi Starlink semakin memicu dugaan adanya perilaku istimewa yang mungkin tidak akan diberikan kepada ISP lokal,” ujar Arif dalam konferensi pers virtual APJII bertajuk ‘Perlakuan Khusus Starlink Buat Siapa dan Untuk Daerah Mana?’, Senin (27/5/2024).

Arif menyatakan bahwa kurangnya transparansi dan keadilan dalam proses perizinan Starlink ini merugikan ISP lokal yang telah berjuang memenuhi standar regulasi.

“Hal ini menimbulkan kekhawatiran APJII bahwa pemerintah telah membuat diskriminatif dan mengabaikan peran serta kontribusi ISP lokal yang selama ini telah memenuhi standar regulasi yang ketat,” katanya.

Selain itu, APJII menyoroti adanya penemuan perangkat Starlink yang diduga masuk ke pasar melalui jalur ilegal. Arif menduga perangkat tersebut masuk melalui jalur black market dan tidak melalui proses standarisasi Ditjen SDPPI Kominfo, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta menyalahi aturan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait barang impor ilegal.

“Kehadiran perangkat tersebut tanpa melalui proses standarisasi yang tepat dari otoritas terkait menimbulkan pertanyaan mengenai keamanan dan legalitasnya, serta potensi dampak negatifnya terhadap ekosistem layanan internet di Indonesia,” tuturnya.

APJII juga menyoroti bahwa dengan adanya izin untuk melayani pelanggan ritel, maka kehadiran Starlink dapat memicu kembalinya RT/RW Net ilegal di Indonesia. “Selain itu, ISP ilegal yang tidak memiliki regulasi dapat memperparah situasi yang terjadi saat ini,” tambahnya.

Arif juga mengingatkan akan adanya potensi ancaman terhadap penyedia layanan seluler lokal dan risiko dominasi asing di daerah pedesaan dengan hadirnya Starlink di Tanah Air.

“Kehadiran penyedia layanan internet asing seperti Starlink dapat mengurangi keberagaman layanan dan meningkatkan ketergantungan pada penyedia asing, yang berpotensi mengganggu keberlanjutan dan kemandirian industri ISP lokal di Indonesia,” ungkapnya.

Arif menyampaikan bahwa ancaman lainnya adalah Starlink dapat memicu akses negatif, seperti maraknya judi online, pornografi, human trafficking, livestreaming ilegal, hingga penipuan.

Selain itu, Starlink yang mendominasi di Indonesia juga akan memicu peningkatan biaya operasional ISP lokal, penyedia pusat data atau data center Indonesia, penyelenggara telekomunikasi seluler, hingga Network Access Provider (NAP) untuk menanggung biaya interkoneksi.

Di samping itu, Arif menambahkan bahwa Indonesia juga berpotensi kehilangan sebagian kendali atas regulasi dan pengelolaan jaringan internet nasional. “Ini karena penyedia asing mungkin tidak terlalu mematuhi kebijakan lokal dengan ketat,” tutupnya.

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper