Bisnis.com, JAKARTA - Starlink yang baru saja meresmikan layanannya di Indonesia beberapa waktu lalu menuai polemik usai muncul dugaan praktik jual rugi atau predatory pricing.
Dugaan tersebut mencuat usai perusahaan penyedia jasa layanan internet via satelit tersebut melakukan banting harga perangkat dari yang sebelumnya dibanderol Rp7,8 juta menjadi Rp4,68 juta.
Starlink milik Elon Musk ini menawarkan tiga jenis paket layanan internet, mulai dari residensial (rumah), jelajah (berpergian), dan kapal (perairan).
Paket residensial, misalnya, harga layanan standar Starlink dibanderol senilai Rp750.000 per bulan dengan kuota tanpa batas. Untuk paket jelajah dipatok lebih tinggi, yakni Rp990.000 per bulan (mobile regional) dan Rp4,34 juta per bulan (prioritas mobile 50 GB).
Pengamat telekomunikasi menilai Starlink berpeluang besar melakukan strategi predatory pricing dengan banting harga layanan untuk memikat masyarakat agar mau berlangganan.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa potensi tersebut terbuka lebar, mengingat Starlink merupakan pendatang baru penyedia internet di Tanah Air.
Baca Juga Intip Kecanggihan Starlink, Layanan Internet Milik Elon Musk yang Pertama Kali Hadir di Indonesia |
---|
“Potensinya [melakukan predatory pricing] sangat besar karena sebagai pendatang baru, maka yang bisa jadi andalan adalah tarif murah. Apalagi masyarakat Indonesia price sensitive, yang lebih murah yang dipilih,” kata Heru, Selasa (21/5/2024).
Menurut Heru, pemerintah harus memberikan kewajiban kepada Starlink berupa pelaporan tarif kepada regulator sebelum ditawarkan pada masyarakat. Di samping itu, regulator juga harus mengevaluasi tarif Starlink sehingga persaingan di industri telekomunikasi bisa tetap sehat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) buka suara terkait adanya risiko Starlink yang dikhawatirkan bisa melakukan strategi jual rugi produk layanan internet alias predatory pricing di Indonesia.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan bahwa Kemenkominfo akan memantau pergerakan Starlink di Indonesia.
“Kita memantau, kita lihat apakah terjadi [predatory pricing]. Nanti kita lihat, kalau memang katanya dia sudah menawarkan harga yang murah, kita lihat dan kita pantau,” kata Usman saat dihubungi, Selasa (21/5/2024).
Lebih lanjut, Usman menjelaskan bahwa sejatinya Kemenkominfo telah meminta tiga hal kepada PT Starlink Services Indonesia sebelum beroperasi di Tanah Air.
Pertama, Starlink harus membuka pusat operasional jaringan [network operation center/NOC] di Indonesia untuk kepentingan perlindungan data.