Dugaan Predatory Pricing, Kemenkominfo Mulai Pelototi Starlink

Rika Anggraeni
Rabu, 22 Mei 2024 | 05:35 WIB
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) buka suara terkait adanya risiko Starlink yang dikhawatirkan bisa melakukan strategi jual rugi produk layanan internet alias predatory pricing di Indonesia.

Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan bahwa pihaknya memastikan pemain telekomunikasi diperlakukan secara adil dan memiliki kesempatan yang sama tanpa ada keberpihakan ke siapapun, termasuk Starlink.

Adapun, Wayan menyampaikan bahwa regulasi yang ditetapkan adalah UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.

“Saya belum bisa jawab, apakah mereka [Starlink] akan melakukan seperti itu [predatory pricing],” kata Wayan, Selasa (21/5/2024).

Namun, Wayan menjelaskan bahwa Starlink telah mengantongi izin skala nasional sesuai Undang-Undang (UU). Nantinya, pelanggan bisa memilih dan menentukan layanan internet yang digunakan, yakni fixed broadband atau mobile broadband.

“Kami melalui Direktorat Pengendalian akan selalu melakukan monitoring dan evaluasi semua penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia, termasuk kewajiban-kewajibannya agar sesuai aturan,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan bahwa Kemenkominfo akan memantau pergerakan Starlink di Indonesia.

“Kita memantau, kita lihat apakah terjadi [predatory pricing]. Nanti kita lihat, kalau memang katanya dia sudah menawarkan harga yang murah, kita lihat dan kita pantau,” kata Usman saat dihubungi Bisnis.

Terkait predatory pricing, Usman menyampaikan bahwa pemerintah telah memiliki regulasi yang mengatur hal ini, yakni UU No. 5/1999 tentang Larangan Paktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Sudah ada regulasinya di sana, dan lembaga yang memantau terkait persaingan usaha, pricing itu KPPU [Komisi Pengawas Persaingan Usaha],” terangnya.

Usman menyampaikan bahwa jika Kemenkominfo membuat regulasi baru dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih regulasi. “Kalau kita bikin UU yang cepat, ya, Permenkominfo, tetapi kan Permenkominfo kalah hierarkinya sama UU, sudah ada UU-nya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Usman menjelaskan bahwa sejatinya Kemenkominfo telah meminta tiga hal kepada PT Starlink Services Indonesia sebelum beroperasi di Tanah Air. Menurutnya, ketiga hal ini sudah sesuai dengan regulasi.

Pertama, Starlink harus membuka pusat operasional jaringan [network operation center/NOC] di Indonesia. “Ini kan kepentingannya adalah perlindungan data,” ungkapnya.

Kedua, Starlink memiliki layanan pelanggan (customer services) agar permasalahan bisa ditampung dan diselesaikan di Indonesia. Serta ketiga, pajak yang harus dipatuhi oleh satelit milik Elon Musk.

Usman menambahkan bahwa Kemenkominfo bertugas memberikan izin kepada pemain telekomunikasi, termasuk Starlink Services Indonesia. Dia juga menjelaskan bahwa Starlink sudah mematuhi regulasi. Untuk itu, ke depan Kemenkominfo akan memantau perkembangan Starlink.

“Kepentingan Kominfo itu sebenarnya menjaga supaya ekosistem telekomunikasi bisa comply dengan peraturan UU, persaingan usahanya juga harus sehat. Dan untuk persaingan usaha sehat itu sudah ada lembaga yang mengawasi, yaitu KPPU,” jelasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper