Starlink Masuk, Regulasi RI Dinilai Lebih Longgar dari Thailand dan Vietnam

Rika Anggraeni
Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB
Logo Starlink pada salah satu satelit orbit rendah/dok. tangkapan layar SpaceX
Logo Starlink pada salah satu satelit orbit rendah/dok. tangkapan layar SpaceX
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Riset BMI memperkirakan masuknya Starlink ke Indonesia berpotensi mengubah lanskap telekomunikasi secara signifikan. Indonesia juga dinilai lebih longgar dalam memberikan keluasan bagi Starlink untuk melayani pasar dalam negeri dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam.

Dalam risetnya, kemungkinan besar Starlink beroperasi di Indonesia karena tidak ada rencana konstelasi broadband satelit lokal yang dimiliki oleh negara dan kerangka kedaulatan data yang kurang ketat dibandingkan dengan beberapa pasar di negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam.

Pasalnya, kedua negara ini telah memberlakukan pembatasan yang membatasi akses pasar Starlink dan profitabilitas operasionalnya.

Di Thailand, misalnya, regulasi yang ketat telah membatasi prospek bagi penyedia layanan satelit asing yang ingin menyediakan layanan domestik seperti konektivitas broadband, yang harus memperoleh tiga lisensi daripada satu.

Sistem sebelumnya dibentuk sebagai lisensi 'gateway' yang hanya mengizinkan aplikasi dari perusahaan domestik atau joint venture dengan setidaknya 51% kepemilikan oleh perusahaan lokal.

Dengan demikian, aturan baru akan membagi regulasi terakhir tersebut menjadi tiga lisensi baru, yaitu untuk fasilitas stasiun gateway, hak pendaratan untuk sinyal satelit uplink dan downlink, dan layanan komersial.

Sama halnya dengan Vietnam, lingkungan regulasi untuk layanan satelit telah cukup menghambat sehingga memaksa SpaceX untuk dilaporkan menarik diri sepenuhnya dari rencana masuk pasar.

Sebab, operator satelit asing yang ingin masuk ke pasar telekomunikasi Vietnam harus mengeluarkan 30 miliar dong Vietnam atau US$1,2 juta untuk mendirikan jaringan berbasis darat, dan investasi minimum 100 miliar dong Vietnam atau US$4 juta selama tiga tahun pertama operasi.

Jika dibandingkan dengan kedua negara tetangga, hal ini menekankan posisi strategis Indonesia sebagai pasar yang lebih terbuka untuk usaha broadband satelit internasional seperti Starlink.

“Yang mungkin menawarkan potensi keuntungan yang lebih besar untuk pengiriman layanan tambahan nanti dalam dekade ini seperti satelit-ke-telepon atau IoT non-terestrial,” ungkap BMI, dikutip pada Kamis (25/4/2024).

IBM menilai dengan kemungkinan persetujuan layanan Starlink di Indonesia, maka akan ada juga pembentukan kerangka lisensi satelit di Indonesia yang berpotensi mengubah lanskap telekomunikasi negara secara signifikan, yaitu memperkenalkan dimensi baru dalam dinamika persaingan.

“Operator telekomunikasi yang menghindari belanja modal [Capex], terutama yang menghadapi rollout mahal infrastruktur 5G, semakin cenderung mengadopsi model yang efisien dalam pengeluaran operasional [Opex],” tulisnya.

Pendekatan ini sering melibatkan penyewaan infrastruktur dari penyedia khusus daripada menghadapi biaya awal yang substansial yang terkait dengan membangun infrastruktur sendiri.

Dalam ekosistem seperti itu, infrastruktur satelit, terutama yang mampu mendukung 5G non-terestrial dan layanan broadband berkecepatan tinggi bisa muncul sebagai aset strategis.

Adapun, ketersediaan platform satelit pihak ketiga yang kokoh dapat memungkinkan operator telekomunikasi Indonesia untuk menghindari tantangan ekspansi jaringan tradisional, secara efektif melompati pesaing yang lebih bergantung pada jaringan berbasis darat.

Di samping itu, pergeseran paradigma ini tidak hanya akan mendorong keunggulan kompetitif, melainkan juga mempercepat penyediaan layanan telekomunikasi canggih di pasar Indonesia yang geografisnya beragam.

“Dan mungkin juga meningkatkan proyeksi pertumbuhan untuk langganan 5G, yang diproyeksikan akan naik dari 28 juta pada 2024 menjadi 218 juta pada 2033, menunjukkan CAGR sebesar 25,6% antara dua periode tersebut,” pungkasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper