Bisnis.com, JAKARTA - Satelit Merah Putih-2 milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dinilai masih memiliki potensi yang besar di tengah gempurang satelit LEO Starlink. Satelit geostasioner ini dinilai mampu mengisi kebutuhan bandwidth di daerah-daerah pelosok.
Ketua Pusat Studi Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef mengaku walaupun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui Bakti sudah menghadirkan layanan berbasisi satelit ke pelosok, tetapi kebutuhan bandwidth Indonesia masih kurang.
“Ini punya masih kurang bandwidth-nya sekitar 2x sampai dengan 4x lebih. Ada berapapun akan terserap,” ujar Ian kepada Bisnis, Rabu (21/2/2024).
Sebagai informasi, satelit Merah Putih-2 PT Telekomunikasi Satelit Indonesia (Telkomsat) berhasil mengorbit dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, pukul 03.00 WIB, Rabu (21/2/2024).
Satelit ke-11 milik anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. itu menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) dan akan menempati slot orbit 113 derajat Bujur Timur (113 BT) atau berada tepat di atas Pulau Kalimantan.
Ian mengatakan lokasi tempat satelit Merah Putih yang berada di 113 BT juga membawa keuntungan tersendiri, karena memungkinkan TLKM untuk menjangkau seluruh titik di Indonesia.
Kendati demikian, Ian mengaku kalau soal kecepatan, satelit geostasioner seperti Merah Putih-2 masih kalah. Oleh karena itu, Ian mengakui keputusan Telkomsat untuk bekerja sama dengan Starlink yang merupakan satelit low earth orbit cukup tepat.
Sebagaimana diketahui sejak 2023, Telkomsat sudah bekerjasama dengan perusahaan satelit Starlink milik Elon Musk untuk menyediakan jaringan pengalur (backhaul).
Ian mengatakan dengan adanya kerja sama dengan Starlink, Telkomsat dapat menjangkau lebih banyak segmen masyarakat dengan kebutuhan internet yang berbeda-beda.
Kendati demikian, Ian mengatakan, setelah kerja sama tersebut, kebutuhan internet di Indonesia bahkan belum sepenuhnya tercukupi. “Tidak bersaing, saling mengisi. Kebutuhan bandwidth sangat besar. Malah masih kurang,” ujar Ian.
Senada, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati mengatakan satelit Merah Putih-2 mampu untuk memenuhi kebutuhan kapasitas komunikasi Indonesia, mengingat geografis yang sangat besar.
“Negara kepulauan yang secara geografis sangat besar seperti Indonesia, mutlak membutuhkan solusi satelit sebagai salah satu opsi teknologi untuk menyediakan akses telekomunikasi melengkapi berbagai teknologi akses yang lainnya,” kata Sigit kepada Bisnis.
Namun terkait Starlink, Sigit mengaku operator telekomunikasi dari Amerika Serikat ini memang inovatif dan memiliki performa yang baik. Namun, Sigit mengaku performance bukanlah satu-satunya pertimbangan dalam memilih teknologi.
Sigit mengatakan pemilihan teknologi juga harus didasari dengan kajian terhadap potensi potensi disrupsi terhadap industri eksisting, aspek kedaulatan, keamanan data, aspek kompetisi, dan lain-lain.
“Beberapa hal itulah yang membuat, bahkan di level global pun, banyak negara tidak serta-merta mengadopsi teknologi terbaru, tetapi banyak justru mengambil langkah-langkah regulatif, sehingga antar manfaat dan mudharatnya dapat dikendalikan dengan baik,” ujar Sigit.