Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan rintisan teknologi asal China Betavolt berhasil mengembangkan baterai bertenaga nuklir yang bisa mengisi daya ponsel 50 tahun tanpa perlu diisi ulang. Teknologi ini pun diprediksi bisa dinikmati masyarakat pada 2025.
Ketua dan CEO Betavolt Zhang Wei mengatakan produk pertama yang akan diluncurkan perusahaan adalah BV100, baterai yang berukuran lebih kecil daripada koin, yakni berukuran 15x5x5 milimeter dan dapat menghasilkan daya sebesar 100 mikrowatt.
Zhang mengatakan baterai tersebut akan menghasilkan listrik 8,64 joule per hari dan 3.153 joule per tahun.
Adapun saat ini, teknologi baru ini sudah memasuki tahap masa percontohan dan akan diproduksi secara massal. Diketahui, baterai nuklir ini nantinya dapat digunakan pada perangkat medis, AI, sensor canggih, drone, dan robot mikro.
“Hal ini menandai China telah mencapai inovasi disruptif di dua bidang teknologi tinggi, yaitu baterai energi atom dan semikonduktor berlian generasi keempat, sehingga menjadikannya jauh lebih maju dibandingkan lembaga dan perusahaan penelitian ilmiah Eropa dan Amerika,” ujar laman Betavolt yang diterjemahkan, dikutip Senin (29/1/2024).
Lebih lanjut, baterai BV100 ini akan menggunakan nikel-63 sebagai sumber radioaktif yang nantinya akan terurai menjadi tembaga melalui jalur beta.
Sederhananya, bagian atom neutron dalam baterai tersebut akan berubah menjadi proton yang memancarkan elektron. Jika ada tindakan yang dilakukan dengan elektron yang terbentuk, hal itu akan menjadi sumber listrik.
Adapun dikutip dari laman Live Science, baterai ini dapat dipastikan aman karena radioaktif diapit diantara dua pelat berlian tipis yang mampu menjadi bahan semikonduktor. Alhasil, bahan radioaktif ini pun tidak akan berbahaya sekalipun berada di luar angkasa.
Lebih lanjut, Betavolt juga akan meluncurkan baterai dengan daya 1 watt pada 2025. Adapun jika nantinya baterai tersebut diluncurkan dan digunakan secara luas, akan ada ponsel yang tidak perlu diisi dayanya ataupun drone yang dapat terbang terus menerus.
Namun, ilmuwan material di University of Florida Claudio Nino mengatakan teknologi ini masih memerlukan pelindung tambahan jika digunakan untuk peralatan yang menghasilkan radiasi, seperti alat pacu jantung dan ponsel pintar.
“Perlindungan di sini sangat penting karena Anda tidak ingin sesuatu dari radioaktif merusak tubuh,” ujar Nino.
Kendati demikian, Nino cukup meragukan teknologi baru ini. Menurutnya, ukuran baterai yang sangat kecil mengakibatkan baterai hanya mengandung radioisotop yang sangat sedikit dan hanya menghasilkan 0,01% listrik yang dibutuhkan.