SAP Didenda Rp1,8 Triliun oleh AS, Suap Bakti dan KKP untuk Palsukan Pembukuan

Crysania Suhartanto
Minggu, 14 Januari 2024 | 13:54 WIB
Suasana salah satu menara BTS di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Napan, Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (27/11/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Suasana salah satu menara BTS di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Napan, Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (27/11/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan perangkat lunak asal Jerman, SAP, membayar US$118,8 juta atau sekitar Rp1,84 triliun kepada Departemen Kehakiman AS serta Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) sebagai denda korupsi SAP dengan pejabat Indonesia dan Afrika Selatan. Nama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan terseret dalam kasus tersebut. 

Kemudian, sejumlah aset SAP yang senilai US$103.396.765 atau Rp1,6 triliun juga disita oleh pemerintah setempat. Alhasil, total denda yang didapatkan SAP karena korupsi ini adalah sebesar Rp3,4 triliun.

"SAP telah bertanggung jawab atas praktik korupsi yang merugikan citra perdagangan secara global," ujar Jaksa Amerika Serikat (AS) untuk Distrik Timur Virginia Jessica D. Aber.

Kendati demikian, penyelidikan ini belum selesai. Saat ini, SAP masih akan diinvestigasi lebih lanjut oleh Departemen Kehakiman AS, SEC, postal inspector, hingga FBI. Diketahui, SAP telah melanggar Undang-Undang terkait Praktik Korupsi Asing (FCPA).

Diketahui, sejak 2013 karyawan SAP disebut memberikan suap kepada lembaga pemerintah di Indonesia dan Afrika Selatan agar dapat memalsukan pembukuan dan catatan untuk keuntungan pribadi. 

Suap tersebut berbentuk uang tunai, sumbangan politik, transfer elektronik, serta pemberian barang-barang mewah. 

Dikutip dari laman Departemen Kehakiman Amerika Serikat, lembaga yang terlibat di Indonesia adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Bisnis.com mencoba menghubungi pihak Bakti dan KKP. Namun hingga berita ini diturunkan keduanya belum merespons. 

Sementara yang terlibat di Afrika Selatan adalah beberapa departemen dan lembaga di Afrika Selatan, khususnya di Johannesburg, Tshwane, Departemen Air dan Sanitasi Negara, dan perusahaan energi plat merah Eskom Holdings Limited.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper