Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dinilai lebih banyak mendatangkan manfaat ketimbang potensi risikonya.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan, kehadiran AI, khususnya di bidang telekomunikasi berdampak pada peningkatan efisiensi dan akurasi pekerjaan hingga mengurangi biaya operasional dan training.
“Memperbaiki proses, mengatasi human error, mengurangi risiko keselamatan kerja pada manusia, mempercepat pengambilan keputusan, dan banyak lagi,” ujar Sigit saat dihubungi Bisnis, Kamis (14/12/2023).
Sigit melanjutkan, jika memang AI memiliki sejumlah dampak buruk seperti berkurangnya lapangan pekerjaan, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Menurutnya, setiap teknologi baru pasti berdampak pada lapangan pekerjaan.
Namun, kata Sigit, pada saat yang sama akan muncul jenis-jenis pekerjaan baru yang lebih banyak daripada jumlah pekerjaan yang tergantikan.
Dia menuturkan, pekerjaan yang sifatnya repetitif akan cenderung lebih mudah tergantikan oleh AI. Menurutnya, sekarang pun sebagian kerja operasional telah tergantikan oleh sistem-sistem berbasis AI.
Kendati demikian, Sigit mengatakan, pemerintah perlu mulai meregulasi kecerdasan buatan ini. Berkaca sejumlah negara yang sudah meregulasi AI, mereka cenderung memitigasi potensi buruk AI sambil menjaga peluang inovasinya.
Adapun, untuk di Indonesia, Sigit mengusulkan regulasi dibuat dengan melakukan pendekatan regulatory sandbox. Pendekatan sandbox adalah pendekatan penyusunan regulasi dengan cara menguji produk atau model bisnis digital di lingkungan terbatas di bawah pengawasan regulator.
Pendekatan tersebut dirasa akan membantu pembuat kebijakan untuk mengatasi dampak ketidakpastian teknologi baru.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyiapkan surat edaran terkait regulasi kecerdasan buatan yang ditargetkan terbit pada Desember 2023.
Wakil Menteri Kemenkominfo (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan, edaran tersebut akan mengatur tentang etika dalam penggunaan AI, layaknya transparansi ataupun inklusivitas yang dimiliki oleh karya AI.
“Untuk sekedar contoh kalau ada generative AI satu program aplikasi yang menghasilkan misalnya foto lukisan segala macam itu dia harus memberikan semacam watermarking misalnya gitu, bahwa ini adalah produk AI,” ujar Nezar pada wartawan, Selasa (21/11/2023).