Bisnis.com, BELU -- Kekayaan budaya hingga adat istiadat Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih kental mampu menghasilkan produk budaya yang tak lekang oleh waktu, salah satunya dituai melalui kain tenun.
Kabupaten di wilayah perbatasan itu memiliki tiga jenis motif yang menjadi ciri khas daerah yaitu Tais Futus (Tenun Ikat), Tais Tafoit (Tenun Sulam),dan Tais Talik (Kain Ikat).
Dalam kesempatan mengunjungi daerah Belu, Tim Jelajah Sinyal 2023 menyempatkan waktu mengeksplor produk-produk kebudayaan yang berada di Galeri Tenun, Atambua. Galeri tersebut dikelola oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Dekranasda Belu
Galeri Tenun Atambua merupakan salah satu wadah promosi yang disediakan Dekranas dengan tujuan untuk menhimpun dan mendistribusikan setiap kerajinan seni khas Belu ke berbagai penjuru negeri.
Yang menjadi keunikan dalam mengeksplor kakayaan budaya masyarakt belu terkhususnya kain tenun, Galery Tenun Atambua melibatkan dan memberdayakan masyarakat setempat dalam hal produksi dan distribusi kain tenun.
Hal tersebut dilakukan pemerintah setempat dengan cara mengadakan proses perekrutan sekaligus pelatihan bagi anak-anak dengan rentan usia 15-25 tahun yang dilakukan setiap tahun.
Salah satu warga Belu, Selviana Boedao turut serta terlibat sebagai instruktur dalam proses pelatihan. Hal itu disampaikan Selviana kepada Tim Jelajah Sinyal disela-sela aktivitasnya sebagai kontributor di Galeri Tenun Atambua, Rabu (29/11/2023).
Selviana Boedao merupakan salah satu penenun asal Desa Kabuna, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, NTT yang hadir sebagai pemerhati budaya dan menekuni profesi penenun sejak usia remaja.
“Saya menenun sejak usia 15 tahun, dan saya di ajar oleh almarhuma ibu saya sendiri larena kalau menurut adat kami Belu, jika belum pandai menenun maka belum bisa diizinkan untuk menikah," ucapnya sembari merapikan hasil tenunannya.
Selanjutnya, dalam proses distribusi kain tenun Belu, Galeri Tenun Atambua juga memanfaatkan peluang digitalisasi dalam mempromosikan karajinan budaya yang ada di Kabupaten Belu. Hal tersebut juga di ungkap sala satu pegurus Dekranasda Kristoforus Agung Naiaki.
“Kalau media sosial kita ada Instagram, TikTok dan bahkan hampir semua media sosial itu kita ada," kata Kristoforus, dalam kesempatan yang sama.
Menurutny, ada banyak dampak positif dari penggunaan media sosial sebagai wadah marketing. Pria yang akrab di panggil Agung ini menyimpulkan terdapat peningkatan yang signifikan sejak menerapkan digitalisasi sebagai penunjang pasar, sekaligus personal branding lewat media sosial.
"Media sosial sangat berpengaruh karena kalau kita kurang branding orang kurang tau. Bahkan ada yang tanya belu itu dimana," tuturnya.
Kain tenun khas Belu itu pun kini telah berlayar ke berbagai pulau di Indonesia dan sering mengikuti pameran di ibu kota Jakarta. Upaya tersebut efektif untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap kerajinan tenun daerah perbatasan. (Beny Faofeto)