Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat telekomunikasi menilai infrastruktur digital Indonesia mengkhawatirkan, terlebih dengan melihat posisi Tanah Air yang berada di urutan ke-119 dunia.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutandi mengatakan posisi Indonesia saat ini berada di bawah Laos, Myanmar, dan Kamboja.
“Saya khawatir Indonesia emas 2045 ini menjadi Indonesia cemas 2045,” ujar Heru pada paparannya di acara Diskusi Publik bersama Bisnis Indonesia Intelligence Unit dan Asosiasi IoT Indonesia, Kamis (9/11/2023).
Oleh karena itu, Heru mengajak para industri untuk mulai mengadopsi beragam teknologi baru agar Indonesia tidak terlalu ketinggalan dalam segi digital.
Selain itu, Heru juga mengajak pemerintah untuk mendapatkan spektrum dengan harga yang sesuai untuk kantong operator.
Heru mengatakan biaya spektrum di Indonesia saat ini mencapai 10% lebih karena ada BHP frekuensi, BHP spektrum fee, dan BHP telekomunikasi. Padahal menurutnya, biaya spektrum di yang ideal itu adalah 5% atau bahkan ada yang kurang dari angka tersebut.
Selain itu, Heru mengatakan saat ini operator telekomunikasi masih harus membayar retribusi-retribusi yang dibebankan Pemerintah Daerah.
Lebih lanjut, Heru juga meminta pemerintah untuk segera melakukan lelang frekuensi untuk jaringan 5G dan mengajak operator untuk melakukan dual on jaringan, yakni 4G dan 5G di dalam satu BTS yang sama.
Sebagai informasi, sebelumnya Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Wayan Toni mengatakan 5G di Indonesia sudah tergelar sebanyak 366 site yang tersebar di 46 kabupaten kota pada lokasi tertentu. Namun, hal tersebut dinilai masih kurang, apalagi mengingat potensi 5G yang begitu besar.
Menurut Wayan, kehadiran 5G di Indonesia akan meningkatkan proyeksi PDB pada 2030 sebanyak 9,3% atau Rp2.800 triliun, menjadi Rp32.800 triliun.
Kemudian, pada 2035, proyeksi sebesar Rp33.000 triliun akan terdongkrak sebesar 9,8% atau Rp3500 triliun menjadi Rp36.500 triliun.