Bisnsi.com, JAKARTA - Kepatuhan terhadap regulasi dinilai menjadi salah satu hambatan bagi satelit orbit rendah Starlink milik Elon Musk untuk memberikan layanan langsung kepada pelanggan.
Starlink dinilai belum memenuhi sejumlah peraturan untuk bisa memberikan layanan langsung ke pelanggan.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan untuk memberikan layanan langsung ke pelanggan, Starlink harus mengantongi izin hak labuh (landing right) terlebih dahulu.
Izin hak labuh adalah sebuah perizinan yang memungkinan benda yang terdapat di langit untuk memberikan layanan ke darat, termasuk Starlink.
Izin selanjutnya yang harus diurus Starlink, tambah Ian, adalah izin pita frekuensi radio (IPFR), mengingat layanan starlink akan digunakan untuk internet seluler di ponsel pengguna.
“Karena frekuensi itu sekali digunakan di Indonesia, yang lain tidak bisa menggunakan. Itu [frekuensi untuk Starlink] bagaimana? jadi belum selesai ini,” kata Ian, Selasa (12/9/2023).
Dia menambahkan namun penggunaan IPFR tersebut jangan sampai merugikan pengguna frekuensi yang telah ada sebelumnya atau pengguna eksisting.
Dari sisi harga, kata Ian, nilai Rp2 juta - Rp3 juta juga tidak dapat menjangkau seluruh kalangan masyarakat di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Daya beli masyarakat di daerah tersebut tidak merata sehingga kemungkinan hanya segilintir orang yang dapat memberi layanan Starlink.
“Pangsa pasar yang banyak adalah jika menggantikan seluler, namun perangkat Starlink belum tahu apakah diperboleh atau tidak,” kata Ian.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa satelit orbit rendah Starlink milik Elon Musk langsung jualan ke pasar ritel atau business to customer (B2C), tanpa melibatkan operator lokal seperti Telkom Cs.
Meski demikian, Budi meminta agar ISP tak perlu khawatir karena pemerintah akan menerapkan tingkat persaingan yang adil.
“Ya, selama ini akhirnya dengan Starlink memasukkan, memasukkan ke B2C (business to customer). Kalau bahasa gampangnya ritel. Kalau bisa di daerah-daerah yang 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar),” ujar Budi saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Selasa (12/9/2023).