Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat telekomunikasi mempertanyakan besaran nilai Rp1.000 yang diterapkan pemerintah untuk setiap kali operator mengakses data NIK di Dukcapil dalam registrasi kartu SIM.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward menilai pemerintah harus lebih transparan terkait dengan tarif akses data Dukcapil yang dibebankan pemerintah kepada operator telekomunikasi.
Pemerintah juga diminta terbuka kepada publik terkait pemanfaatan biaya tersebut nantinya, termasuk perihal untuk perawatan server. Dia menyarankan agar perawatan server diserahkan ke penyelenggara layanan milik negara yang profesional.
“Dari mana mendapatkan angka Rp1.000 dan akan digunakan untuk perawatan server berapa rupiah/prosentasenya dan PNBP,” kata Ian, Jumat (31/3/2023).
Selain itu Ian juga mempertanyakan mengenai mekanisme dan metode pengenaan tarif. Apakah hanya waktu daftar (satu kali), atau setiap kali mengakses data, akan dikenakan tarif.
“Yang penting selalu utamakan segala sesuatu haruslah bermanfaat bagi masyarakat [azas manfaat], sehingga pembebanan tersebut dirasakan manfaatnya,” kata Ian.
Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 10/2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Dalam Negeri disebutkan bahwa operator telekomunikasi harus membayar Rp1.000 per NIK untuk setiap aktivitas verifikasi data kependudukan berbasis web di Dukcapil.
Pada 2 tahun pertama sejak peraturan ini diundangkan, operator telekomunikasi hanya diwajibkan membayar Rp500 atau 50 persen dari biaya yang seharusnya.
Adapun isu mengenai pungutan biaya untuk akses data NIK di Dukcapil telah terdengar sejak 1-2 tahun lalu. Saat itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan kebijakan ini ditujukan kepada industri yang bersifat berorientasi pada profit.
Dana yang dikumpulkan dari kebijakan tersebut akan digunakan untuk peremajaan perangkat keras server Dukcapil yang masa pakainya telah lebih dari 10 tahun.
Selain telekomunikasi, pada April 2022 terdapat 4.962 lembaga, termasuk swasta dan pemerintah, pengguna data dukcapil. Jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat dari posisi 2019 yang hanya mencapai 1.227 lembaga.
Kemudian pada Juli 2022 dikabarkan, operator seluler telah mengakses data NIK sebanyak 2,6 miliar kali dan masuk dalam 10 perusahaan pengakses data terbesar di Dukcapil.
Selain operator seluler, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Kemensos, dan BRI menjadi perusahaan yang juga rajin mengakses data di Dukcapil.