Registrasi Kartu SIM Bayar Rp1.000, ICT Institute: Beban Pengguna

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 31 Maret 2023 | 18:02 WIB
Teknisi melakukan perawatan Base Transceiver Station (BTS) di kawasan Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Selasa (30/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Teknisi melakukan perawatan Base Transceiver Station (BTS) di kawasan Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Selasa (30/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - ICT Institute menilai aturan pengenaan biaya Rp1.000 terhadap operator seluler untuk mengakses data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dalam registrasi kartu SIM bakal menjadi beban pengguna.

Beban Rp1.000 per Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ditetapkan pemerintah, akan diturunkan oleh operator kepada masyarakat, dalam hal ini para pelanggan baru operator seluler.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan segala biaya, termasuk biaya regulator, yang ditanggung oleh operator seluler pasti akan menjadi beban konsumen, begitu pun dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.

Menurutnya, sebagai kepatuhan dalam mendaftarkan NIK untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, seharusnya masyarakat diberikan insentif.

“Kan lucu jadinya, konsumen dengan sukarela mengikuti aturan mendaftar kartu SIM card eh malah dikenakan biaya,” kata Heru, Jumat (31/3/2023).

Dia juga berpendapat kebijakan pengenaan biaya untuk akses ke Dukcapil sangat aneh. Sebab, semangat awal operator harus mengakses data di Dukcapil adalah untuk memvalidasi apakah nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (NOK) yang didaftarkan dalam pendaftaran kartu prabayar itu sesuai atau tidak.

Dengan langkah itu maka setiap kartu SIM yang diaktifkan dapat diketahui secara jelas penggunanya, sehingga bilamana terjadi kasus pidana atau pelanggaran UU lainnya dapat dilacak nomor tersebut milik siapa dan pemilik nomor dapat dengan mudah dimintai pertanggungjawaban.

“Jadi ada kepentingan negara atau nasional mengapa registrasi harus dilakukan Jangan kemudian semangat yang baik dan lurus ini dibelokan menjadi sumber pendapatan,” kata Heru.

Dia mengatakan seharusnya akses terhadap data Dukcapil digratiskan. Perawatan server sudah menjadi bagian dari operasional server data itu sendiri, sehingga tidak bisa dijadikan alasan.

“Alasannya mungkin jadi pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Tetapi akan jadi pertanyaan lagi, akses NIK yang untuk kepentingan negara kok jadi PNBP?” kata Heru.

Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 10/2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Dalam Negeri disebutkan bahwa operator telekomunikasi menjadi salah satu sektor yang dikenakan tarif untuk setiap akses ke data Dukcapil.

Operator telekomunikasi harus membayar Rp1.000 per NIK untuk setiap aktivitas verifikasi data kependudukan berbasis web.

Pada 2 tahun pertama sejak peraturan ini diundangkan, operator telekomunikasi hanya diwajibkan membayar Rp500 atau 50 persen dari biaya yang seharusnya.

Dengan peraturan ini maka per satu kali percobaan registrasi oleh calon pelanggan prabayar/pascabayar terdapat beban yang harus dipikul operator telekomunikasi. Jika pelanggan gagal dalam registrasi, beban yang akan dipikul operator bertambah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper