Ekosistem 1,4 GHz Belum Matang, Mastel: Pemenang Perlu Dikawal dengan Regulasi

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 30 Juli 2025 | 20:47 WIB
Teknisi melakukan pemeliharaan perangkat BTS (Base Transceiver Station) di sebuah tower seputaran Tol Trans Sumatera yang menghubungkan Kota Medan – Tanjung Pura yang berada di Desa Payabakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Senin (25/3)/dok. XL Axiata
Teknisi melakukan pemeliharaan perangkat BTS (Base Transceiver Station) di sebuah tower seputaran Tol Trans Sumatera yang menghubungkan Kota Medan – Tanjung Pura yang berada di Desa Payabakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Senin (25/3)/dok. XL Axiata
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Ekosistem teknologi di pita frekuensi 1,4 GHz dinilai belum matang dikhawatirka menimbulkan sejumlah tantangan bagi penetrasi internet berbasis fixed wireless access (FWA) di Indonesia. Pemerintah mengikat para pemenang dengan komitmen pembangunan yang kuat.

Diketahui, ekosistem yang belum sempurnya membuat alat penerima sinyal internet dari pita 1,4 GHz dibandrol dengan harga mahal hingga Rp6,5 juta. Padahal, modem pita frekuensi eksisting — seperti 2300 MHz, 2100 MHz hingga 800 MHz — hanya dikenakan biaya di bawah Rp200.000.

Mengenai situasi ekosistem 1,4 GHz yang belum matang tersebut, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan kondisi ini bisa berdampak pada lambatnya ketersediaan perangkat dan mahalnya harga layanan jika tidak diantisipasi oleh kebijakan maupun regulasi yang tepat.

Oleh sebab itu, lanjutnya, pilihan kebijakan 1,4 GHz untuk mendorong broadband FWA ini, supaya dapat mencapai tujuan kebijakannya, perlu dikawal dengan regulasi yang tepat, termasuk pada komitmen bagi para pemenang lelang.

“Tujuannya agar bisa mencegah kegagalan pasar, dan juga mengantisipasi kelambatan adopsi layanan,” kata Sigit kepada Bisnis, Rabu (30/7/2025).

Keterbatasan ekosistem di pita ini berpotensi membuat perangkat pendukung layanan FWA lebih sedikit dan cenderung mahal di pasaran. Hal ini diakui akan menghambat penetrasi internet di pita 1,4 GHz – berbeda dengan ekosistem pita mid-band seperti 2,3 GHz atau 3,5 GHz yang telah mapan dan didukung oleh banyak vendor perangkat.

Sigit memperkirakan, secara umum diperlukan waktu sekitar 1 hingga 1,5 tahun bagi vendor untuk bisa mulai menyediakan perangkat yang mendukung pita 1,4 GHz secara masif di pasar domestik. Namun, Dia menekankan, risiko keterlambatan tersebut tetap dapat diminimalisir dengan regulasi yang mengatur komitmen dari pemenang lelang spektrum.

Modem untuk pita 1,4 GHz
Modem untuk pita 1,4 GHz

“Misalnya regulasi yang mengatur jelas kapan layanan FWA terkait harus tersedia, di wilayah mana, kecepatan minimal berapa, berapa harga layanan, dan seterusnya. Hal-hal itu bisa dikomitmenkan kepada pemenang lelang,” jelasnya.

Sebelumnya, Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman mengatakan tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim.

“Masalah utama dari teknologi 1,4 GHz adalah ukuran ekosistemnya,” ujar Julian dalam konferensi virtual, Senin (28/7/2025). 

Dia menjelaskan bahwa setiap pita frekuensi yang dialokasikan membutuhkan ekosistem komprehensif agar dapat dimanfaatkan secara efektif—dari pembuat chip, antena, hingga produsen perangkat yang dapat mendukung spektrum tersebut.

Di berbagai belahan dunia, pita frekuensi paling populer yang lebih dulu diadopsi secara masif adalah 3,5 GHz, diikuti dengan 2,6 GHz. Pita-pita ini mendapat sambutan luas karena didukung oleh rantai pasok global yang matang dan biaya produksi perangkat yang efisien karena skala adopsi yang besar.

Sebaliknya, pita 1,4 GHz hanya digunakan secara sporadis di beberapa wilayah dunia, sehingga keberadaan perangkat, chip, dan dukungan teknis lainnya masih relatif terbatas. 

“Kalau Indonesia memilih untuk mengembangkan layanan di pita ini, tentu kontribusi terhadap pembentukan ekosistem global sangat besar. Tetapi untuk saat ini, kurangnya skala adalah tantangan terbesar,” kata Julian. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami