Bisnis.com, JAKARTA — Ekosistem yang kurang matang dinilai menjadi salah satu penyebab harga perangkat keras (hardware) yang mendukung pita frekuensi 1,4 GHz sangat tinggi di pasaran.
Dalam penelusuran Bisnis, sebuah perangkat modem untuk menerima sinyal internet dari frekuensi 1,4 GHz diketahui dibanderol dengan harga Rp6,5 juta per unit. Perangkat milik Huawei dengan seri B525-65a LTE FDD tersebut telah mendukung beragam pita frekuensi mulai dari 2100 MHz, 1900 MHz, 1800 MHz, 1700 MHz, 1400 MHz hingga 800 MHz.
Umumnya modem di pita frekuensi eksisting dijual dengan harga sekitar Rp140.000 - Rp200.000 per unit. Biaya tersebut nantinya bisa dipikul oleh pelanggan, atau disubsidi oleh penyedia jasa internet di pita 1,4 GHz.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward menduga mahalnya harga modem 1,4 GHz disebabkan belum banyak masyarakat yang menggunakan perangkat tersebut untuk terhubung dengan internet.
Hal ini menandakan bahwa ekosistem pita 1,4 GHz belum matang dan menjadi salah satu tantangan bagi pemenang lelang untuk mempersiapkan ekosistem.
“Ekosistemnya, kalau dikatakan di Inggris ada 1,4 GHz, iya tapi kan tadi enggak banyak banget. Berbeda dengan 2,4 GHz,” kata Ian kepada Bisnis, dikutip Rabu (30/7/2025).
Senada, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan secara ekosistem, pita 1,4 GHz, memang tidak sematang pita mid-band yang lain.
“Maka ini bisa berdampak pada keterbatasan pilihan perangkat atau pada harga perangkat,” kata Sigit.
Untuk itu, lanjutnya, pilihan kebijakan 1,4 GHz untuk mendorong broadband FWA ini, untuk dapat mencapai tujuan kebijakannya perlu dikawal dengan regulasi yang tepat. Tujuannya, mencegah kegagalan pasar, dan juga mengantisipasi kelambatan adopsi layanan.
Dia memperkirakan umumnya dibutuhkan 1-1.5 tahun bagi vendor untuk menyediakan perangkat. Namun kalau bisa diantisipasi, mungkin risiko ini bisa dikendalikan oleh regulasi terkait.
“Misalnya regulasi mengatur jelas, kapan layanan FWA terkait harus tersedia, di wilayah mana, kecepatan minimal berapa, berapa harga layanan dst. Hal2 tersebut, bisa dikomitmenkan kepada pemenang lelang,” kata Sigit.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membuka lelang seleksi pengguna pita frekuensi radio 1,4 GHz untuk layanan akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access) guna memperluas jangkauan internet tetap dan mendukung pemerataan transformasi digital di seluruh wilayah Indonesia.
Langkah ini diambil seiring meningkatnya kebutuhan konektivitas tetap yang andal dan terjangkau, khususnya di daerah yang belum terlayani secara optimal.
“Langkah ini tidak hanya membuka ruang bagi penyelenggara jaringan untuk meningkatkan kapasitas dan cakupan layanan, tetapi juga memperluas pilihan akses internet yang lebih terjangkau bagi masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Wayan Toni Supriyanto, dilansir Selasa (29/7/2025).
Pelaksanaan seleksi ini berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 337 Tahun 2025 tentang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk Layanan Akses Nirkabel Pitalebar (Broadband Wireless Access) Tahun 2025 yang menetapkan pita frekuensi selebar 80 MHz (1432–1512 MHz) di 3 (tiga) regional sebagai objek seleksi.
Seleksi diselenggarakan secara terbuka bagi seluruh penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki izin sesuai persyaratan.
Tahapan seleksi akan dilaksanakan secara objektif dan transparan, melalui mekanisme evaluasi administrasi dan evaluasi komitmen pengembangan jaringan dan layanan.