Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai adanya Permenkominfo No. 5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika bisa jadi terobosan regulasi untuk mengatur platform over the top (OTT) di Indonesia.
"Ini merupakan suatu terobosan untuk bagaimana menundukkan industri aplikasi internasional [termasuk platform OTT] untuk masuk dalam ruang lingkup hukum Indonesia," kata Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (26/7/2022).
Dia mengapresiasi hadirnya Permenkominfo No. 5/2020 tersebut karena dengan regulasi itu, pemerintah bisa mengetahui dan mengatur operasional platform-platform tersebut sesuai dengan hukum di dalam negeri.
Menurut Hardly, saat ini 1 dari 3 orang di Indonesia menonton layanan OTT streaming. Alasannya, adalah karena lebih fleksibel untuk mengakses informasi dan hiburan. Pilihan perangkat yang digunakan juga beragam serta bisa dilakukan bersamaan dengan aktivitas lainnya.
Namun begitu, seiring pesatnya perkembangan teknologi, dia menilai ada tiga hal yang mendasari perlunya adanya regulasi yang mengatur internet dan industri yang bergerak di dalamnya.
"Di antaranya terkait dengan kepentingan nasional yaitu terkait dengan kedaulatan, ketahanan informasi, termasuk ketahanan budaya. Kemudian terkait kepentingan publik, dan terakhir baru terkait kepentingan industri atau bisnis," tuturnya.
Adapun dari tiga hal ini, sambung Hardly, yang utama perlu disoroti adalah terkait kepentingan publik. Di antaranya menjamin kebebasan berekspresi dan berkreasi, serta bagaimana memberikan perlindungan bagi publik dari konten-konten negatif dan memberikan hak cipta dan hak ekonomi bagi kreator konten.
Pasalnya dia menyebut, ketika awal kehadirannya, internet selalu mendapat atribusi yang positif dan luar biasa sebagai media interaktif, partisipatif, demokratif, dan lainnya.
"Namun semua atribusi positif ini membuat kita selama ini seolah menutup mata bahwa ada sisi negatif dari internet. Ada yang namanya hoaks, ujaran kebencian, kekerasa, pornografi dan lainnya," imbuh Hardly.