Bisnis.com, JAKARTA - Pembangunan pusat data diperkirakan bakal mengarah pada pemanfaatan energi alternatif. Selain untuk menekan penggunaan energi, juga membuat penyedia pusat data makin efisien dalam beroperasi.
Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi mengatakan pusat data sebagai infrastruktur penyimpanan data dengan mesin pendingin yang besar, beroperasi dengan tenaga yang besar.
Pusat data, menurut Teddy, berpotensi menjadi kontributor penggunaan energi berbasis fosil terbesar ke depannya.
Peralihan pergerakan manusia - dari menggunakan kendaraan menjadi di rumah - akan membuat penggunaan energi berpusat pada infrastruktur digital, termasuk pusat data, jika tidak dikendalikan.
“Pusat data saat ini ke depan dituntut untuk mengurangi jejak karbon [carbon footprint] dan penyedia pusat data yang cerdas akan menggunakan pusat data alternatif,” kata Teddy, Rabu (22/9/2021).
Teddy mengatakan bahwa perubahan iklim yang menjadi isu dunia, juga berperan besar dalam mendorong kebutuhan terhadap pusat data yang ramah lingkungan. Selain mengenai lingkungan, pusat data dengan energi alternatif juga membuat citra perusahaan menjadi lebih baik.
Beberapa perusahaan penyewa kapasitas pusat data, menurutnya, akan melihat sumber energi yang digunakan oleh penyedia pusat data sebelum memutuskan untuk menyewa kapasitas.
Di samping itu, kata Teddy, penggunaan energi terbarukan juga dapat membantu efisiensi operasional karena seluruh energi berasal dari alam seperti panas bumi, angin, matahari dan lain sebagainya.
Penyedia pusat data tidak perlu mengeluarkan dana untuk mendapatkan listrik dari PLN. Selain itu efisiensi juga hadir dari manajemen pusat data yang lebih ketat terhadap konsumsi energi. Penggunaan energi alternatif juga bermanfaat untuk mengantisipasi tarif listrik yang makin lama, makin mahal.
“Tren ke depan PLN akan naik terus harganya, kemudian perangkat energi alternatif - seperti solar panel - akan makin murah harganya,” kata Teddy.
Sayangnya penerapan energi alternatif tidak mudah di Indonesia. Secara regulasi dan kebijakan, pemerintah belum mengarah pada penggunaan energi alternatif.
Secara kasus pemanfaatan, butuh lebih banyak studi untuk mengetahui standar suplai energi alternatif bagi pusat data, agar pusat data tetap terjaga 24/7.
“Green pusat data kami masih menunggu kebijakan pemerintah,” kata Teddy.
Sekadar informasi, berdasarkan analisis struktur pusat data untuk di Jakarta, diperkirakan pada 2020 maksimal kapasitas pusat data yang tersedia adalah 74,8 MW. Jumlahnya akan meningkat lebih dari 300% pada 2025 menjadi 246,3 MW.
Sementara itu kapasitas yang tersewa pada 2020 diperkirakan sebesar 41,2 MW, dan akan meningkat lebih dari 4 kali lipat menjadi 170,8MW pada 2025.
Peningkatan kapasitas megawatt seperti pisau bermata dua. Di satu sisi menggambarkan mengenai potensi bisnis pusat data ke depan, dan di sisi lain memperlihatkan ancaraman penggunaan energi yang makin masif.