Bisnis.com, JAKARTA – PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) mengincar investor kakap untuk pengembangan bisnis pusat data atau data center. Emiten berkode saham TLKM itu enggan investasi kecil pada penyediaan data center karena kontribusi terhadap pendapatan minim.
Merujuk pada laporan info memo, pendapatan Telkom dari bisnis komputasi awan dan data center pada semester I/2025 hanya Rp921 miliar tidak sampai 2% dari total pendapatan Telkom Group yang sebesar Rp71 triliun.
Adapun jika dikomparasikan dengan pemain data center lainnya seperti PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) yang sebesar Rp1,3 triliun, nilainya tidak jauh berbeda, yang menandakan pendapatan dari bisnis data center memang tak sebesar layanan seluler yang menyasar pasar ritel.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Telkom Angelo Syailendra mengatakan dalam mengembangkan data center, untuk menambah kapasitas sebesar 1 Megawatt (MW) dibutuhkan investasi sebesar US$10 juta atau sekitar Rp219 miliar.
Di sisi lain, bisnis Telkom tidak hanya data center. Perusahaan telekomunikasi pelat merah itu juga memiliki infrastruktur serat optik yang juga potensial untuk dikembangkan. Penetrasi serat optik ke rumah (FTTH) secara nasional berkisar 17%. Untuk meningkatkan menjadi 30%, membutuhkan investasi yang juga sangat besar.
“Ini semua uang besar, [sementara] capex setahun US$1,5 miliar hingga US$2 miliar satu industri dengan mengundang orang lain. Industri ini capex hungry mover sangat penting. Kami mau berfikir partnership,” kata Angelo beberapa waktu lalu, dikutip Rabu (13/8/2025).
Baca Juga Kebut Proyek Data Center, Emiten Grup Sinar Mas (DSSA) dan LG Teken Transaksi Rp1,22 Triliun |
---|
Dia menjelaskan saat ini kapasitas data center Telkom mencapai 45 MW. Telkom memiliki 17 data center yang terletak di berbagai wilayah seperti di Serpong, Surabaya,, Sentul, hingga di Singapura. Telkom juga menargetkan data center di Batam dengan kapasitas 18 MW dapat aktif pada kuartal I/2025.
Dia menjelaskan pembangunan data center memakan waktu yang cukup panjang. Investasi data center bersifat jangka panjang yang hasilnya tidak dapat langsung dipetik dalam waktu singkat.
“Kami butuh 1 tahun bangun. Revenue prioritas top kami adalah fiber. impact immediate. Investasi 1MW butuh US$10 juta di atas itu revenue US$130juta, ini setara Rp2 triliun dari total Rp150 triliun impact 1,6%. itu pun kalau 50MW terisi besok. Walau dulu data center ini bukan move big voice 100MW ini harus share pada yang lain,” kata Angelo.
Sebelumnya, PT Telkom Data Ekosistem (NeutraDC), anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang bergerak di bidang pusat data (data center), mencatatkan tingkat okupansi mendekati 90% untuk seluruh fasilitas yang saat ini dikelolanya.
CEO NeutraDC, Andreuw Th.A.F, mengatakan pihaknya menargetkan akan ada penambahan kapasitas operasional melalui pengembangan fasilitas baru hingga akhir tahun 2025. Dengan tambahan tersebut, total kapasitas yang siap beroperasi diproyeksikan mencapai 80 megawatt (MW).
“Hingga akhir 2025, kami memproyeksikan akan ada tambahan kapasitas operasional dari pengembangan fasilitas Data Center NeutraDC. Dengan demikian, kapasitas total yang akan beroperasi menjadi 80MW,” kata Andreuw kepada Bisnis pada Kamis (3/7/2025).
Andreuw menyoroti sebagian besar data center lokal di Indonesia masih berada dalam fase parsial atau belum terutilisasi secara maksimal. Menurutnya untuk mencapai utilisasi penuh dalam jangka pendek tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh penyedia layanan.
Namun dia memastikan NeutraDC tetap mampu menjaga performa yang kompetitif. Tingkat kekosongan (vacancy rate) perusahaan pun tercatat relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata industri.
“NeutraDC masih mampu bersaing secara sehat di pasar dengan vacancy rate yang relatif lebih rendah, di bawah 30%,” kata Andreuw.
Untuk menjaga efisiensi dan kesinambungan operasional, dia bilang, NeutraDC menerapkan strategi presales yang berjalan paralel dengan proses pembangunan fasilitas. Dengan cara ini, menurutnya tingkat utilisasi dapat terjaga sejak awal operasional, sekaligus meminimalkan idle capacity.
Lebih lanjut, dia optimistis terhadap prospek bisnis data center nasional dalam lima tahun ke depan. Menurut Andreuw, proyeksi industri menunjukkan bahwa kebutuhan kapasitas data center di Indonesia akan tumbuh signifikan hingga mencapai 1,5 gigawatt (GW) pada 2030.
“Sekitar 30% dari permintaan ini akan didorong oleh kebutuhan komputasi berbasis AI, yang tentunya menjadi peluang besar bagi pemain lokal untuk terus tumbuh dan berinovasi,” tutupnya.
Di sisi lain, Ketua Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), Hendra Suryakusuma, mencatat adanya pertumbuhan signifikan dalam kapasitas data center nasional dalam beberapa tahun terakhir. Jika pada 2016 total kapasitas masih berada di angka sekitar 52 megawatt (MW), sekarang diperkirakan angkanya sudah melampaui 360 MW.
“Kalau kita bicara compounded annual growth rate (CAGR), pertumbuhannya di atas 17% setiap tahunnya,” kata Hendra saat dihubungi Bisnis pada Rabu (2/7/2025).
Dia menambahkan, tren pertumbuhan ini makin terlihat sejak 2024 hingga pertengahan 2025, di mana terdapat puluhan proyek data center baru, baik dari segmen komersial maupun hyperscale.
Proyek-proyek tersebut diperkirakan akan menambah kapasitas ratusan megawatt ke dalam infrastruktur digital Indonesia.
Lebih lanjut, Hendra menjelaskan data yang dihimpun IDPRO juga sejalan dengan catatan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengenai kebutuhan daya untuk mendukung proyek-proyek data center. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan industri data center nasional tidak hanya pesat, tetapi juga terencana dan terkoordinasi dengan baik dari sisi pasokan energi.
“Data ini juga line dengan data dari PLN. Artinya, memang dari 2024 sampai sekarang pertumbuhan pembangunan data center ini lumayan besar,” ujarnya.