Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto disarankan untuk melanjutkan digitalisasi guna mengejar pertumbuhan ekonomi 8%.
Digitalisasi berjalan cukup agresif dalam 10 tahun terakhir. Penetrasi internet meningkat dari 74% menjadi 80%. Pencapaian ini dinilai perlu kembali diakselerasi karena mampu menghasilkan pemasukan yang lebih besar untuk nilai investasi yang relatif kecil.
Board of Advisors Prasasti Center for Policy Studies Burhanuddin Abdullah mengatakan pemerintah saat ini tengah berupaya mengejar pertumbuhan ekonomi 8%.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai hal tersebut adalah dengan mendorong digitalisasi. Dengan berfokus pada digital, maka ICOR Indonesia yang saat ini masih berkisar 6,6 dapat ditekan menjadi 4,3.
Untuk diketahui, ICOR, atau Incremental Capital Output Ratio, adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perekonomian dalam menggunakan investasi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, ICOR menunjukkan berapa banyak tambahan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu unit output (pertumbuhan).
Makin kecil angka ICOR, makin baik. Sebab, jumlah investasi yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi makin kecil.
Dengan ICOR 4,3 maka nilai investasi yang perlu digelontorkan pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% turun drastis dari 52% PDB atau sekitar Rp11.000 triliun menjadi hanya 32%-35% (atau sekitar Rp7.040 triliun-Rp7.700 triliun) PDB.
“Jadi kalau itu bisa dilakukan untuk keseluruhan sektor kita itu surplus mestinya,” kata Burhanuddin di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Burhanuddin menambahkan saat ini untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% pemerintah masih kekurangan dana sekitar 14% dari PDB. Pemerintah hanya mampu menyiapkan 38% dari PDB, sementara itu 14% sisanya diambil dari pinjaman atau dari modal asing.
Dengan berfokus pada digitalisasi, pemerintah tidak hanya berhasil menambal kebutuhan, juga dapat dapat mencatatkan surplus sekitar 3%-6% dari PDB.
Burhanuddin mengakui untuk meningkatkan ICOR dibutuhkan langkah yang kuat ini. Saat ini 17 sektor instansi dan lembaga pemerintah, baru sektor Teknologi dan Informasi saja yang memiliki ICOR kategori tinggi.
Sementara itu, Policy and Program Director Prasasti, Piter Abdullah mengatakan salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ICOR adalah dengan menggenjot pembangunan infrastruktur digital secara merata.
Pemerataan internet akan membuat masyarakat yang awalnya tidak tersentuh internet menjadi terlayani sehingga mereka dapat mengakses layanan digital termasuk berjualan secara online.
Dia memproyeksikan Indonesia akan berkontribusi mencapai US$360 miliar atau sekitar Rp5,87 kuadriliun (Kurs:Rp16.000) pada 2030, serta dominasi 40% dari nilai ekonomi digital ASEAN dengan melakukan pemerataan layanan internet.
“Peran utama dari pemerintah adalah penyediaan infrastruktur. Itu adalah hal yang mutlak, yang kami harapkan dari pemerintah terutama kalau kita bicara daerah-daerah di tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sebaran infrastruktur kita belum merata, kalau di Jakarta kita menikmati jaringan bagus,” kata Piter.
Sekadar informasi dalam membangun jaringan hingga ke pelosok negeri, pemerintah telah memiliki Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Melalui program Akses Internet hingga penggelaran Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL), Bakti telah melayani ratusan titik intenet di daerah 3T.
Bakti telah menyalurkan internet ke 27.805 titik di seluruh wilayah tertinggal di Indonesia. Melalui program Akses Internet (AI) puluhan ribu titik tersebut mendapat internet dari satelit Multifungsi Satria-1.
Sementara itu berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, sektor yang paling banyak mendapat manfaat dari Akses Internet Bakti adalah sektor pendidikan dengan 19.598 titik. Kemudian sektor pemerintahan (5.287 titik), sektor kesehatan (1.362 titik), pertahanan dan keamanan (455 titik), komunitas (394 titik), tempat ibadah (368 titik), pariwisata (132 titik), layanan bisnis (188 titik), dan transportasi publik (21 titik).
Adapun berdasarkan wilayahnya, sebanyak 7.464 titik (26,85%) berada di Pulau Sumatra, Pulau Sulawesi sebanyak 4.816 titik (17,32%), Pulau Jawa sebanyak 4.738 titik (17,03%), Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 3.857 titik (13,88%), Kalimantan sebanyak 3.791 titik (13,63%), Maluku sebanyak 1.514 titik (5,45%), dan terakhir Papua sebanyak 1.625 titik (5,84%).