Sambut Dana Abadi, IDPRO Pastikan Infrastruktur Data Center RI Siap Dukung AI

Pernita Hestin Untari
Rabu, 13 Agustus 2025 | 18:45 WIB
Karyawan melakukan pengecekan di ruangan Data Center di Jakarta, Senin (24/7/2023) JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melakukan pengecekan di ruangan Data Center di Jakarta, Senin (24/7/2023) JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Pengusaha data center menilai usulan pembentukan dana abadi kecerdasan buatan (AI) merupakan langkah strategis yang harus dijalankan negara. Infrastruktur pusat data dalam negeri dipastikan telah siap mendukung kemajuan AI. 

Ketua IDPRO, Hendra Suryakusuma, mengatakan inisiatif ini memiliki kepentingan geopolitik yang besar, termasuk untuk pertahanan dan keamanan negara. 

Dia memastikan, pusat data (data center) sebagai tulang punggung AI sudah siap mendukung langkah tersebut.

“Beberapa anggota IDPRO juga kita lihat sekarang sudah mendapatkan funding yang luar biasa, karena memang pertumbuhan industri ini sangat positif,” kata Hendra saat dihubungi Bisnis pada Rabu (13/8/2025).

Hendra menuturkan, dari aspek kapasitas, sejumlah anggota IDPRO telah membangun fasilitas hyperscale berskala besar. 

Mereka juga sudah memiliki interkoneksi dengan bandwidth tinggi, serta mengadopsi standar uptime global, umumnya tier-3 atau tier-4.

Dari sisi keamanan dan kepatuhan, lanjut dia, hampir semua anggota IDPRO telah mengikuti standar keamanan fisik dan siber global, seperti ISO 27001 (information security management system). 

Sistem ISO merupakan sistem keamanan yang diterapkan oleh negara-negara eropa, yang memiliki perhatian tinggi terhadap keamanan data center.

 “Jadi, artinya kalau kita melakukan penerapan AI security network itu sudah banyak yang siap,” imbuhnya.

pekerja di salah satu ruangan data center
pekerja di salah satu ruangan data center

Dia menambahkan, kecepatan pembangunan data center kini lebih singkat berkat teknologi modular. Menurutnya proses pembangunannya itu tidak lebih dari 8–9 bulan, berbeda dengan metodologi zaman dulu yang bisa 1,5 sampai 2 tahun. 

Hendra menambahkan momentum Indonesia menjadi AI hub semakin kuat karena masih bisa membeli chipset dari Amerika Serikat. 

“Vietnam, Malaysia, dan Thailand kan kena sanction karena terindikasi melakukan re-exporting chipset ini ke China. Nah Indonesia belum terkena sanction,” katanya.

Hal ini dinilai membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pusat AI di Asia Pasifik atau setidaknya Asia Tenggara.

Hendra, yang terlibat dalam penyusunan peta jalan (roadmap) nasional AI, menegaskan data center adalah komponen utama kedaulatan digital. 

“Artinya secara data centernya, berdaulat secara regulasi, berdaulat secara cyber security, dan berdaulat secara talent-nya juga,” ujarnya.

Namun, dia mengingatkan tantangan terbesar adalah kebutuhan listrik yang sangat besar. 

“Yang tadinya kita bisa handling 10 kilowatt, ini kan kita lebih sampai 35 kilowatt per raknya. Kalau kita tidak hati-hati, penggunaan listrik dari pembangkit tenaga batubara akan sangat polutif ke lingkungan,” jelasnya.

Hendra menjelaskan, pasokan energi di Pulau Jawa saat ini masih memiliki excess supply dari PLN sekitar 5 gigawatt. 

Kondisi ini mendukung penggunaan energi besar pada data center di wilayah tersebut. Namun, di Pulau Batam, pasokan energi masih terbatas karena tingginya pembangunan pusat data di kawasan itu. Oleh sebab itu, pasokan energi masih menjadi tantangan. 

Hendra menyebut, penelitian oleh Colliers dan Structure Research memperkirakan kebutuhan daya data center di Indonesia bisa mencapai 2 gigawatt pada 2030. Untuk AI, angka tersebut berpotensi dua kali lipat jika penggunaannya masif di berbagai sektor seperti kesehatan, keuangan, dan pendidikan.

“Di salah satu dokumen AI roadmap, salah satunya adalah menghitung IT capacity planning-nya. Tapi menurut saya itu belum final, karena listriknya besar sekali. Ada chipset namanya GB200 Blackwell, satu rak itu bisa sampai 135 kilowatt,” ungkapnya.

Sebelumnya, Reuters melaporkan pemerintah mendapat usulan pembentukan dana abadi AI yang mayoritas akan dikelola Danantara Indonesia. Meski belum ada target nilai investasi, pemerintah memperkirakan program ini dapat dimulai 2027–2029 dengan model pembiayaan campuran publik swasta. 

Strategi ini juga merekomendasikan insentif fiskal bagi investor domestik di bidang AI. Langkah ini mengikuti tren regional, setelah Malaysia berhasil menjaring investasi miliaran dolar dari raksasa teknologi dunia untuk membangun infrastruktur cloud dan AI. 

Danantara Indonesia tidak memberi respons pertanyaaan Reuters hingga berita tersebut. 

Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga mengajak publik untuk terlibat dalam penyusunan buku putih peta jalan dan konsep etika kecerdasan buatan (AI). Masukan dari publik ditunggu paling lambat hingga 22 Agustus 2025. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami