Bisnis.com, JAKARTA – PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dinilai sulit melakukan tawar-menawar dengan PT Kereta Cepat Indonesia China, perihal kerja sama spektrum frekuensi.
Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Nonot Harsono mengatakan proses kesepakatan merupakan proses yang tersulit dalam kerja sama spektrum frekuensi, selain kepastian hukum. Proses negosiasi diperkirakan memakan waktu, mengingat pembahasan keduanya menyangkut jalannya bisnis masing-masing perusahaan.
Meski demikian, dalam proses negosiasi kerja sama spektrum, posisi Telkomsel dinilai kurang menguntungkan. Telkomsel sulit melakukan penawaran karena kereta cepat Jakarta–Bandung merupakan proyek strategis nasional dan Telkomsel juga merupakan anak usaha milik perusahaan BUMN.
“Kalau tidak sepakat, Telkom bisa ditegur pemerintah dan kalau Telkomsel minta mahal, ini juga pasti diadukan ke pemeritah,” kata Nonot kepada Bisnis.com, Rabu (20/1/2021).
Senada, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan Telkomsel tidak dapat mengelak untuk menjalin kerja sama dengan KCIC. Di samping itu, proyek ini juga berkaitan perkembangan Indonesia yang selama ini tidak pernah memiliki kereta cepat.
“Bukan untung-rugi, itu sudah program pemerintah jadi mau tidak mau,” kata Ian.
Ian berpendapat pembahasan kedua pihak akan berkutat pada persoalan mengenai kompensasi penggelaran jaringan tambahan dan pembayaran spektrum frekuensi.
Sebagai pengguna frekuensi 900 MHz, Telkomsel juga wajib membayar kepada negara. Adapun KCIC – sebagai pengguna baru - harus bayar kepada Telkomsel yang frekuensinya dipinjam.
KCIC juga harus mengajukan izin sebagai operator telekomunikasi khusus karena kerja sama spektrum frekuensi hanya diperbolehkan kepada sesama operator telekomunikasi. Frekuensi yang disewa pun hanya boleh digunakan secara internal dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan komersial.