Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menilai Undang-Undang Cipta Kerja di kluster Pos dan Telekomunikasi dianggap memberikan banyak terobosan serta kepastian hukum, salah satunya mengenai skema berbagi spektrum.
Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia yang sejak lama kerap mengkritisi regulasi telekomunikasi, beranggapan operator telekomunikasi bisa semringah, tak terkecuali Telkom selaku perusahaan pelat merah. Salah satu di antaranya, yaitu mengenai spektrum sharing, yang di era Menkominfo Rudiantara kerap menimbulkan kegaduhan.
Hal ini akibat ada operator telekomunikasi yang beranggapan spektrum sharing diperbolehkan. Namun, ada pihak lain yang mengatakan spektrum sharing yang dilakukan oleh operator telekomunikasi tak diperkenankan.
"Di dalam UU Cipta Kerja kluster Pos dan Telekomunikasi sudah memberikan kepastian spektrum sharing. Sebelumnya di dalam Undang-Undang No. 36/1999 belum disebutkan. Di UU Cipta Kerja spektrum sharing diperbolehkan hanya untuk teknologi baru. Kalau itu saya setuju sekali dengan terobosan yang ada di UU Cipta Kerja," jelas Alamsyah dalam keterangannya, Sabtu (17/10/2020).
Menurutnya, dengan diaturnya spektrum sharing untuk teknologi baru, akan meningkatkan investasi di sektor teknologi informasi, dan telekomunikasi, dan diharapkan menjaga iklim usaha yang sehat.
Sekadar catatan, UU Ciptaker Pasal 33 ayat 6 menyebutkan bahwa operator seluler dapat melakukan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru; dan/atau pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio, dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya setelah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.
Peraturan tersebut sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Kebijakan berbagi spektrum hanya tertuang pada Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Pasal 25 ayat (2) PP No. 53/2000 menyebutkan bahwa izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.
Kemudian dalam Penjelasan Pasal 25 ayat (2) tersebut diuraikan bahwa dalam hal kepemilikan perusahaan dialihkan dan atau ada penggabungan antar dua perusahaan atau lebih, maka pengalihan izin stasiun radio dimungkinkan, yang juga setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri.