Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward melihat dampak virus corona akan mempengaruhi perkembangan program Satelit Republik Indonesia (Satria).
“Satria tidak ada masalah dari segi bisnis, melainkan dari isu virus corona (covid-19), yang berpotensi pada banyak program pembangunan hingga mampu merembet dan menunda banyak program, salah satunya Satria,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Jumat, (13/3/20).
Dia memahami bahwa pemerintah terus berupaya meratakan akses internet di Indonesia, salah satunya melalui Palapa Ring dan Satria, sehingga dia menyarankan bahwa program ini terus diawasi, khususnya pada timeline (batas waktu) dari program tersebut.
“Karena, kalau sampai tertunda orbit satelit Satria, dampaknya [akan berpengaruh pada] target layanan USO [Universal Service Obligation], pemerintahan, dan lainnya, serta tidak akan sesuai dengan target baik dari waktu, jumlah titik (ground station) yang dilayani dan kualitas bandwidth,” tuturnya.
Ian menyarankan agar program tersebut turut membuka peluang swasta untuk berkontribusi dalam melakukan bisnis ini dan tidak perlu dengan model bisnis yang sama.
“Seperti, operator siap menyediakan kapasitas, pemerintah tinggal bayar usage tidak perlu memiliki satelit atau membayar dengan kapasitas maksimum. Kalau mencari investor satelit sulit, maka pemerintah tinggal menggunakan bandwidth yang disediakan operator satelit yang ada [investasi oleh operator],” terangnya.
Ian menegaskan bahwa kebutuhan waktu dalam membangun jumlah titik adalah hal yang sulit sehingga hal tersebut yang harus diperhitungkan oleh Bakti untuk meminimalisir pemborosan.
“Yang lama itu bukan meluncurkan satelit, melainkan membangun ground segmen [jumlah titik], karena di daerah terpencil cukup sulit. Jadi, diharapkan ketika Satria sudah ada, maka bandwitch-nya juga sudah tersedia sehingga utilisasinya bisa 100 persen. Jadi, tidak ada pemborosan,” jelasnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Hendra Gunawan mengatakan bahwa tak kunjung diperolehnya investasi untuk pembangunan Satelit Republik Indonesia (SATRIA) diperkirakan akan berdampak pada mundurnya proses peluncuran.
“Dampak belum diperolehnya investasi adalah mundurnya peluncuran satelit Satria, opsinya adalah mencari investor dalam negeri atau investor asing yang ada perwakilan di Indonesia” jelasnya.
Selain itu, Hendra mengatakan bahwa nantinya Satria akan menggunakan teknologi bernama Very High Througout Satellite (VHTS) dengan kapasitas 150Gbps, yang akan menjadi tulang punggung akses internet di Indonesia. Namun, tidak akan mengganggu fungsi dari Palapa Ring.
“Selama Satria hanya difungsikan sebagai jaringan akses dan memanfaatkan Palapa Ring sebagai jaringan backbone harusnya tidak tumpang tindih. Secara umum satelit bisa digunakan sebagai backbone maupun jaringan akses, Palapa Ring itu hanya bisa digunakan untuk backbone (jalur transmisi utama). Untuk sampai ke pelanggan dibutuhkan jaringan akses,” tuturnya.
Hendra melihat bahwa ke depan teknologi VHTS yang diusung oleh satelit Satria ini dapat melengkapi peran Palapa Ring.
“Supaya tidak overlap. Maka satria difungsikan sebagai jaringan akses, dan backbone-nya diharuskan menggunakan Palapa Ring.”
Dia pun melanjutkan bahwa program yang ada perlu untuk bergerak bersama.
“Satria, pembangunan ground segmen, dan Palapa harus dilakukan supaya masyakat dapat merasakan pelayanan untuk mendapatkan kebutuhan sinyal, tetapi, sembari jalan [pemerintah] dapat memperbaiki dan melengkapi kebutuhan utilisasi palapa ring, karena saat ini utilisasi terbesar justru dari Satria,” terangnya.