Blokir Telegram Dibuka

Lavinda
Kamis, 10 Agustus 2017 | 21:09 WIB
Menkominfo Rudiantara (kiri) berjabat tangan dengan CEO Telegram Pavel Durov (kanan) di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (1/8)./Setkab
Menkominfo Rudiantara (kiri) berjabat tangan dengan CEO Telegram Pavel Durov (kanan) di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (1/8)./Setkab
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya melakukan normalisasi terhadap 11 domain Telegram yang sebelumnya diblokir.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemerintah membuka kembali 11 sistem penamaan domain atau domain name system (DNS) aplikasi pesan singkat Telegram  pada Kamis (10/8/2017) setelah mereka menyepakati sejumlah poin yang diminta oleh pemerintah guna menangani konten negatif.

“Telegram telah memenuhi empat poin penting dan akan terus meningkatkan fasilitas yang dibutuhkan untuk penanganan konten negatif bagi Indonesia,” Jelas Rudiantara di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kamis (10/8/2017) malam.

Beberapa poin yang telah disepakati antara lain, Telegram menunjuk seorang perwakilan sebagai pihak penghubung (contact point) di Indonesia.

Terdapat pula kesepakatan prosedur standar operasi, yakni terkait penyesuaian tahap layanan di Telegram untuk menangani konten negatif, pembuatan user interface dalam versi bahasa Indonesia, dan broadcast message bagi pengguna untuk penjelasan fungsi fitur telegram.

“Sistem sensor dengan identifikasi berdasarkan kata kunci. Telegram telah memproses 10 grup dari Indonesia,” ungkapnya.

Selain itu, Telegram juga memiliki tim khusus dari Indonesia yang memahami konten lokal. Durasi tindak lanjut pelaporan konten negatif maksimal 12 jam.

Seperti diketahui, 14 Juli 2017 lalu kementerian mengirimkan notifikasi kepada Penyelenggara Jasa Akses Internet (ISP) mengenai pemblokiran 11 DNS platform Telegram yang berbasis jejaring.

Pemblokiran dilakukan setelah enam kali surat elektronik yang dikirimkan kementerian sejak 26 Maret 2016 sampai 11 Juli 2017 tak memperoleh tanggapan dari pihak Telegram.

Berselang setelahnya, pada 1 Agustus 2017, Chief Executive Officer (CEO) Telegram Pavel Durov mendatangi kementerian dan menyepakati permintaan untuk menghapus konten berisi propaganda, kekerasan dan terorisme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Lavinda
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper