Bisnis.com, JAKARTA – Fortinet menyebut serangan siber berbasis kecerdasan buatan (AI) di Indonesia melonjak hingga tiga kali lipat dalam setahun terakhir.
Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim mengatakan temuan tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan IDC. Adapun, jenis ancaman berbasis AI yang paling banyak dilaporkan di Indonesia mencakup malware canggih, pencurian data, hingga penyamaran deepfake dalam skema Business Email Compromise (BEC).
“Ancaman ini berkembang sangat cepat. Teknologi AI memungkinkan pelaku kejahatan untuk melancarkan serangan secara otomatis, sangat terarah, dan sulit dideteksi,” kata Edwin dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).
Data survei menemukan bahwa 54% organisasi di Indonesia mengaku telah mengalami serangan yang melibatkan AI. Bahkan, 36% dari mereka melaporkan peningkatan ancaman hingga tiga kali lipat, dan 62% lainnya mencatat peningkatan dua kali lipat hanya dalam 12 bulan terakhir.
Dia menjelaskan ancaman siber yang dilaporkan mencakup pengintaian otomatis terhadap permukaan serangan, credential stuffing, serangan brute force berbasis AI, serta malware polimorfik dan data poisoning.
Ironisnya, meski ancaman meningkat pesat, hanya 13% organisasi yang merasa sangat siap menghadapi serangan berbasis AI. Sebanyak 18% bahkan mengaku tidak memiliki kapabilitas sama sekali untuk mendeteksi ancaman ini, mengindikasikan kesenjangan kesiapan yang signifikan.
Edwin menuturkan serangan siber tidak hanya berdampak pada operasional, tetapi juga menimbulkan kerugian finansial dan reputasi yang besar. Survei menunjukkan bahwa 42% organisasi mengalami kerugian material lebih dari US$500.000 akibat serangan siber.
"Bahkan, potensi hilangnya kepercayaan pelanggan dan tekanan regulasi juga menjadi beban berat bagi bisnis,” jelasnya.
Survei IDC mencatat, 66% organisasi mengalami pencurian data dan pelanggaran privasi, 62% menghadapi sanksi regulasi, dan 60% kehilangan kepercayaan pelanggan. Selain itu, serangan yang makin canggih ini juga menyasar kelemahan mendasar seperti kesalahan manusia, konfigurasi cloud yang tidak tepat, dan eksploitasi celah zero-day.
Tantangan lain yang mengemuka adalah keterbatasan sumber daya manusia di bidang keamanan siber. Rata-rata, hanya 7% dari total tenaga kerja organisasi yang terlibat di bidang TI internal, dan hanya 13% dari jumlah tersebut yang fokus pada keamanan siber.
Fortinet mendorong pendekatan keamanan berbasis platform yang terintegrasi. Pendekatan ini mencakup konvergensi antara keamanan dan jaringan, yang tidak hanya menyederhanakan arsitektur TI, tetapi juga mempercepat deteksi, respons, dan visibilitas terhadap serangan.