APJII Wanti-wanti Konsistensi Kecepatan Layanan Program Internet Murah 100 Mbps

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 19 Februari 2025 | 18:31 WIB
Teknisi melakukan perbaikan jaringan kabel internet di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/7/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone
Teknisi melakukan perbaikan jaringan kabel internet di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/7/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mengkhawatirkan konsistensi kecepatan internet dalam program internet murah 100 Mbps seharga Rp100.000. Dari sisi ongkos dan teknologi, terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan.

Sekjen APJII Zulfadly Syam mengatakan harga paket Rp100.000 untuk 100 Mbps hanya akan dapat tercapai dengan instalasi infrastruktur di tempat yang tepat. Masyarakat dengan daya beli rendah, akan sulit mendapat layanan tersebut meski harganya terbilang relatif murah dibandingkan harga layanan internet lainnya.

Selain itu, kata Zul, masalah lainnya adalah bagaimana nanti operator atau pemenang ini benar-benar menata frekuensinya, mengingat frekuensi memiliki kapasitas tampung yang terbatas. Jika terlalu padat penggunanya,  trafik akan tersendat dan melambat.

Di sisi lain, operator pemenang lelang harus mencari pelanggan sebanyak-banyaknya agar tetap cuan dengan harga layanan yang berkisar Rp100.000-Rp150.000.

“Kuantiti yang sedemikian besar akan melemahkan dari frekuensi itu sendiri. Nah, jadi apakah ini akan tercapai? Jawaban saya ya dan tidak. Tetapi apakah akan bisa sustain dan menguntungkan provider? Nah, ini kita masih belum tahu,” kata Zul kepada Bisnis, Rabu (19/2/2025).

Dia juga mengatakan bahwa ISP pemenang 1,4 GHz juga harus berhitung mengenai ongkos, karena hal ini sangat berpengaruh pada harga yang diberikan kepada masyarakat.

APJII menilai Indonesia membutuhkan broadband wireless access atau fixed broadband melalui wireless, karena di beberapa daerah itu memang kesulitan membangun serat optik.

Meski demikian untuk menjalankan BWA, dibutuhkan serat optik, sehingga keduanya saling terhubung.

“Jadi, kalau tidak pakai fiber optic itu akan kelimpungan sendiri nanti itu. Jadi, ISP existing sebenarnya bisa menjadikan ini sebagai sebuah solusi di daerah-daerah yang memang sulit membangun fiber optic dari rumah ke rumah,” kata Zul.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa tujuan utama dari seleksi pita frekuensi 1,4 GHz adalah menghadirkan layanan internet tetap (fixed broadband) yang terjangkau bagi masyarakat.

Inisiatif ini diharapkan dapat menyediakan akses internet cepat di perumahan dengan biaya yang ramah di kantong, alih-alih mengejar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang lebih tinggi. Dalam proses seleksi pita frekuensi, pemerintah berpotensi memperoleh PNBP. 

Sebagai contoh, pada seleksi pita 2,1 GHz sebelumnya, negara berhasil meraup Rp605,05 miliar per tahun dari pemenang lelang. Dengan kewajiban pembayaran tambahan sebanyak dua kali pada tahun pertama, total pendapatan yang diperoleh mencapai sekitar Rp1,82 triliun.

Menanggapi potensi PNBP dari seleksi 1,4 GHz, Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memberikan angka pasti karena besaran PNBP baru dapat ditentukan setelah proses seleksi atau evaluasi selesai.

"Saat ini, fokus kami bukan pada perolehan PNBP setinggi-tingginya, tetapi lebih kepada penggelaran layanan akses internet ke rumah-rumah (fixed broadband) dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat," ujar Wayan.

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper