Seleksi 1,4 GHz Tak Boleh Ditunda, Mastel Singgung Kualitas Internet RI Rendah

Lukman Nur Hakim
Rabu, 19 Februari 2025 | 16:25 WIB
Teknisi melakukan pemeliharaan perangkat BTS di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Kamis (9/2/2023)/JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Teknisi melakukan pemeliharaan perangkat BTS di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Kamis (9/2/2023)/JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengungkapkan penyelenggaraan seleksi pita 1,4 GHz dapat meningkatkan kualitas internet Indonesia yang saat ini masih rendah. 

Spektrum 1,4 GHz adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk telekomunikasi dan penyiaran. Frekuensi ini berada dalam rentang Ultra High Frequency (UHF).

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot menyampaikan langkah ini baik untuk memperbaiki kualitas infrastruktur broadband di Indonesia. 

Sebab, seleksi spektrum 1.4 GHz ini direncanakan untuk fixed broadband dengan teknologi FWA (fixed wireless access) dan dari spektrumnya kemungkinan menggunakan 5G TDD yang diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas dan jangkauan layanan broadband.

Apalagi, Sigit menuturkan berdasarkan data ITU Facts and Figures 2024 yang diterbitkan pada akhir tahun 2024, Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal kualitas broadband, terutama dari segi trafik internet dan cakupan 5G. 

Di tingkat global, rata-rata trafik internet untuk mobile broadband mencapai sekitar 14 GB per bulan, sementara untuk fixed broadband sudah mencapai 311 GB per bulan. 

Sebaliknya, Indonesia tercatat hanya memiliki rata-rata trafik mobile broadband sekitar 7 GB per bulan, yang bahkan masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara berpendapatan rendah dan negara-negara di Afrika.

“Maka Seleksi 1,4 GHz untuk Fixed Broadband melalui 5G FWA ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas infrastruktur broadband, dan tidak dapat ditunda lagi,” kata Sigit kepada Bisnis, Rabu (19/2/2025).

Namun, Sigit menuturkan langkah ini juga perlu diimbangi dengan perhatian terhadap potensi dampak negatif bagi industri, yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami tantangan berat. 

Komdigi sebagai regulator dan pembina industri, di bawah amanah Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, diharapkan dapat mengambil langkah-langkah regulasi yang cermat.

“Salah tahu yang masih menjadi masalah menahun yang tidak kunjung diubah adalah tingginya beban regulasi, khususnya biaya frekuensi,” ucapnya.

Penulis : Lukman Nur Hakim
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper