Bisnis.com, JAKARTA - Saat ini siswa yang berada di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan dan Surabaya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk menyelesaikan pendaftaran masuk kuliah lewat online. Pada saat bersamaan, anak-anak muda di wilayah tertinggal Pulau Sembilan harus naik kapal 10 jam untuk sekadar mendapatkan sinyal agar bisa buka website pendaftaran.
Dalam balai pertemuan di sebuah gedung yang luas, Rektor Universitas Lambung Mangkurat Ahmad Alim Bachri mengatakan bahwa akses internet belum merata di Balikpapan, Kalimantan Selatan. Begitu sulitnya masyarakat di pedalaman untuk sekadar mendapat internet. Bahkan, ada mahasiswa yang harus naik kapal laut puluhan jam agar dapat layanan data.
“Anak-anak di Pulau Sembilan Kalimantan Selatan dia harus naik kapal laut untuk mendapat sinyal agar dapat mendaftar di perguruan tinggi, kurang lebih 10 jam. Ini untuk mendaftar saja sebagai calon mahasiswa,” kata Alim di depan ratusan peserta yang hadir saat itu.
Baca Juga Bisnis Indonesia dan Bakti Kominfo Bagikan Literasi Digital di Universitas Lambung Mangkurat |
---|
Pulau Sembilan merupakan nama sebuah kecamatan di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Disebut sebagai kota sembilan karena kecamatan tersebut memiliki 9 pulau, dengan Pulau Marabatuan sebagai pusat pemerintahan.
Jumlah populasi di Pulau Sembilan sekitar 6.300 jiwa, dengan jarak antara pemukiman warga dengan menara telekomunikasi yang cukup jauh.
Alim mengatakan infrastruktur digital mengambil peran yang sangat penting sehingga kehadiran tiang-tiang menara telekomunikasi dan serat optik terus ditunggu.
Alim khawatir jika infrastruktur digital dihentikan pembangunannya di Kalimantan Selatan, warga setempat akan gagap terhadap perkembangan di dunia luar.
“Pasti hidupnya seperti orang yang tinggal di dalam gua,” kata Alim.
Tidak hanya itu, ketidakhadiran infrastruktur digital akan menutup peluang anak muda dan masyarakat di Kalimantan Selatan untuk bersaing dengan anak-anak di wilayah lain. Padahal, mereka yang tinggal di pedalaman kemungkinan juga memiliki kemampuan dan skill yang baik serta dibutuhkan.
“Seperti apapun anak muda kita jika tidak memiliki akses untuk masuk karena semuanya telah saluran digital, maka tidak akan menjadi apa-apa untuk dirinya, keluarganya dan bangsa serta negara,” kata Alim.
Alim berharap agar program pemerataan akses internet yang dijalankan pemerintah dapat terus dilanjutkan. Kehadiran internet menjadi jendela informasi bagi masyarakat pedalaman pada era serba digital.
Diketahui, dalam 10 tahun terakhir pemerintah dan swasta bahu membahu membangun infrastruktur telekomunikasi. Alhasil, dalam satu dekade terakhir, penetrasi internet Indonesia melesat hingga 440 basis points (bps).
Dari total populasi sebanyak 275,5 juta orang, penetrasi internet di Tanah Air naik dari 34,9% pada 2014 menjadi 79,5% pada 2024.
Khusus untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) pembangunan internet salah satu program andalan BAKTI Kemenkominfo.
Melalui jaringan satelit, fiber optik dan Base Transceiver Station (BTS) 4G, pemerintah berupaya memastikan semua masyarakat di Indonesia merasakan manfaat kemajuan teknologi.
Bakti saat ini mengoperasikan Satelit Multifungsi Satria-1 dengan kapasitas bandwidth 150 Gbps yang menyasar ke 37.000 titik di seluruh Indonesia.
Mayoritas dari titik yang menjadi target layanan Bakti adalah kesehatan dan pendidikan. Kemudian, pada Juni 2024, sebanyak 4.990 BTS 4G dari target 5.618 BTS telah beroperasi, dengan lebih dari 70% BTS berada di wilayah Indonesia Timur, khususnya Papua.
Kemudian Jaringan Tulang Punggung Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL) Palapa Ring yang membentang sepanjang 12.148 kilometer menghubungkan 90 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, dengan 57 kabupaten/kota layanan dan 33 kabupaten/kota interkoneksi.
Dalam 5 tahun terakhir, utilisasi Palapa Ring meningkat 22% per tahun, dengan total bandwidth terpakai di Palapa Ring saat ini mencapai 762 Gbps.
Bakti bekerja sama dengan pemangku kepentingan seperti penyedia jasa internet (ISP) dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dalam mendorong pemanfaatan Palapa Ring. Total ada 80 Bumdes yang telah bekerja sama dengan Bakti melalui program Maturasi Desa lewat digitalisasi.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Layanan Telekomunikasi dan Informasi Badan Usaha BAKTI Yulis Widyo Marfiah mengatakan Bakti tidak hanya menghadirkan infrastruktur telekomunikasi di 3T, juga membangun ekosistem digital termasuk di sektor pendidikan.
Bakti menyadari bahwa infrastruktur telekomunikasi yang telah ada harus dimanfaatkan dengan optimal sehingga memberi manfaat besar.
“Kami berperan aktif juga dalam ekosistem digital, dengan membangun literasi digital terkait dengan bagaimana meningkatkan pemanfaatan dari infrastruktur yang dibangun agar internet yang hadir dapat digunakan lebih produktif dan muncul SDM yang unggul,” kata Yulis.
Program Ekosistem Digital Bakti berfokus pada 5 sektor yaitu Literasi Digital, UMK & Ekonomi Digital, Pariwisata, Pendidikan dan Pemerintah. Pada sektor pendidikan, program ini berfokus pada pembinaan dan pelatihan guru untuk meningkatkan kinerja guru, serta kegiatan pembinaan dan pelatihan akademik untuk mempersiapkan siswa memasuki pendidikan tinggi.
Hingga Agustus 2024, Program Ekosistem Digital Bakti di sektor pendidikan telah melibatkan 8.664 siswa dan 458 guru yang berasal dari Asmat, Ende, Sangihe, Kepulauan Sula, Kepulauan Buru Selatan, Sorong, Halmahera Barat, dan Sumba Barat Daya