Bos Telegram Pavel Durov Bebas, Tetap Jadi Tahanan Kota di Paris

Rika Anggraeni
Kamis, 29 Agustus 2024 | 10:49 WIB
Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov. REUTERS/Albert Gea
Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov. REUTERS/Albert Gea
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — CEO Telegram Pavel Durov didakwa atas keterlibatan dalam menyebarkan pornografi anak-anak dan dugaan kejahatan lainnya, usai 4 hari dalam tahanan polisi Prancis. 

Dilansir dari Wired, Kamis (29/8/2024), Durov dilarang meninggalkan wilayah Prancis setelah didakwa karena terlibat dalam menjalankan platform online yang diduga memungkinkan penyebaran pornografi anak-anak.

Durov ditangkap pada Sabtu pukul 8 malam waktu setempat setelah jet pribadinya mendarat di bandara dekat Paris. Dia kemudian ditahan selama empat hari sebagai bagian dari penyelidikan atas dugaan aktivitas kriminal yang terjadi di Telegram.

Menurut pernyataan yang dirilis oleh Jaksa Penuntut Paris, bos Telegram didakwa dan dilarang meninggalkan Paris pada Rabu malam waktu setempat.

Durov dibebaskan di bawah pengawasan peradilan dan harus membayar jaminan sebesar 5 juta euro (US$5,5 juta) atau sekitar Rp84,71 miliar (asumsi kurs Rp15.402 per dolar AS). Pria usia 39 tahun itu juga harus melapor ke kantor polisi di Prancis dua kali seminggu.

Jaksa Paris Laure Beccuau mengatakan Durov ditempatkan di bawah penyelidikan formal untuk berbagai tuduhan yang terkait dengan materi pelecehan seksual anak, perdagangan narkoba, mengimpor kriptologi tanpa deklarasi sebelumnya, serta “hampir tidak ada total” kerja sama dengan otoritas Prancis.

Pihak berwenang Prancis mencatat “hampir total kurangnya tanggapan dari Telegram terhadap permintaan hukum,” kata Beccuau.

“Inilah yang menyebabkan JUNALCO [Yurisdiksi Nasional untuk Memerangi Kejahatan Terorganisir] untuk membuka penyelidikan atas kemungkinan tanggung jawab pidana dari para eksekutif layanan pesan ini dalam komisi pelanggaran ini,” ujarnya.

Investigasi awal dimulai pada Februari 2024 dan investigasi awal dikoordinasikan oleh OFMIN, sebuah lembaga yang dibentuk untuk mencegah kekerasan terhadap anak di bawah umur.

Sejak penangkapannya, baik UEA maupun Rusia telah meminta akses konsuler ke Durov, yang memiliki kewarganegaraan di kedua negara. Tidak jelas mengapa Durov, yang juga memperoleh paspor Prancis setelah meninggalkan Rusia, berada di Prancis.

Di sisi lain, Rusia telah mengklaim, tanpa bukti, bahwa penangkapan Durov adalah upaya Amerika Serikat untuk mengerahkan pengaruh atas platform melalui Prancis.

“Telegram adalah salah satu dari sedikit dan pada saat yang sama platform Internet terbesar di mana Amerika Serikat tidak memiliki pengaruh,” kata Ketua Duma Negara Rusia Vyacheslav Volodin.

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pada hari Senin bahwa penahanan Durov sama sekali bukan keputusan politik.

“Terserah peradilan, dalam kemerdekaan penuh, untuk menegakkan hukum,” ungkapnya di media sosial X (sebelumnya Twitter).

Perlu diketahui, Telegram diluncurkan pada 2013 karena hubungan antara Durov dan pemerintah Rusia terus memburuk.

Tahun berikutnya, pihak berwenang menggeledah kantor VK dan polisi menuduh Durov menabrak dan melukai seorang polisi lalu lintas dengan Mercedes putih, memaksanya untuk bersembunyi.

Dia akhirnya mengundurkan diri dari VK pada April 2014. Keputusan itu membuatnya bebas untuk fokus pada Telegram, pertama di Rusia dan kemudian di UEA, di mana dia mendirikan kantor pusat resmi platform di Dubai.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper