Pakar Ungkap Penyebab Banyak Unicorn Baru Lahir di AS

Rika Anggraeni
Rabu, 31 Juli 2024 | 15:03 WIB
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat ekonomi digital menilai maraknya unicorn baru di Amerika Serikat dibandingkan dengan negara lain karena beberapa hal. 

Berdasarkan laporan CB Insights, dikutip pada Rabu (31/7/2024), Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang melahirkan unicorn baru terbanyak pada kuartal II/2024, yakni sebanyak 13 perusahaan. Sementara itu, kawasan Asia terpantau tidak memiliki unicorn baru.

Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa sejatinya startup yang masuk kategori unicorn sangat terkait dengan pendanaan.

Untuk masuk ke tingkat unicorn, maka sejumlah startup membutuhkan pendanaan yang cukup besar. Sementara itu, Huda menuturkan bahwa pendanaan startup di tingkat global mengalami kesulitan dan tidak mudah, terutama di Asean.

Bahkan, ungkap dia, pendanaan untuk startup digital berkurang sangat drastis. Dia pun memproyeksikan pendanaan startup di tahun juga akan mengalami hal yang sama.

“Kita lihat di tahun 2022 pendanaan startup digital mencapai sekitar Rp60-an triliun, tetapi di tahun 2023 turun menjadi Rp25 triliun, dan tahun ini pun tampaknya masih akan sama, pendanaan masih cukup seret,” kata Huda kepada Bisnis, Rabu (31/7/2024).

Huda menyimpulkan, kondisi ini yang menyebabkan kawasan Asia, terutama Asean tidak memunculkan unicorn baru pada semester I/2024. 

Kondisi tersebut berbeda dengan Amerika Serikat, yang menurut laporan CB Insight, 13 dari 15 unicorn baru lahir dari negara Paman Sam. 

“Ini terlihat juga aliran uang, kalau bisa dibilang kenapa AS [paling banyak melahirkan unicorn baru], karena investor paling banyak itu AS. AS pasti melihat dari sisi ada dana dari venture capital AS,” jelasnya.

Kondisi ini berbeda dengan startup di kawasan Asia, terutama Asean yang tidak dilirik oleh investor global. Salah satu pemicunya adalah suku bunga The Fed yang masih cukup tinggi.

“Mereka masih akan melihat preferensi AS yang relatif lebih stabil dan bisa dibilang potensi untuk tidak terkena goncangan cukup kuat,” ujarnya.

Di samping itu, Huda melihat kawasan Asean sudah terkonsentrasi untuk startup digital. Menurutnya, startup digitalk memiliki potensi untuk tumbuh seiring dengan adanya aksi akuisisi yang dilakukan konglomerasi digital.

“Memang penting ada unicorn, tetapi di satu sisi ekonomi kita tumbuh karena salah satunya konglomerasi. Ada startup baru yang akhirnya diakuisisi oleh konglomerasi digital yang sudah eksis dan punya dana yang cukup banyak,” pungkasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper