Bisnis.com, JAKARTA — Masa depan bisnis data center dalam negeri diselimuti tanda tanya setelah pusat data nasional sementara (PDNS) diretas. Pemain data center lokal dituntut untuk meningkatkan keamanan guna menadah limpahan 'kue' bisnis data center Singapura, juga menjaga kepercayaan penyewa.
Laporan Statista memperkirakan pendapatan bisnis data center di Singapura pada 2024 mencapai US$1,06 miliar. Pasar data center Singapura akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR 2024-2028) sebesar 6,82%, menghasilkan volume pasar sebesar US$1,38 miliar pada 2028.
Sementara itu dalam perkembangannya Singapura membatasi pembangunan data center karena keterbatasan lahan dan listrik. Data center menyerap banyak energi khususnya untuk pendingin.
Mengenai nasib bisnis data center dalam negeri,Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot memproyeksikan bisnis pusat data masih sangat prospektif, seiring dengan permintaan pertumbuhan data yang terus meningkat.
Namun, Sigit menilai perlu lebih banyak pelaku usaha pusat data dengan kualitas dan rekam jejak yang jelas. Dia pun menyarankan agar pusat data dikelola oleh ahlinya.
“Proyeksi bisnis pusat data menurut saya masih sangat prospektif, karena demand pertumbuhan data Indonesia dari tahun ke tahun sangat tinggi meningkatnya, sementara kapasitas total pusat data nasional masih sedikit,” kata Sigit kepada Bisnis, Senin (8/7/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis, Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) pernah memperkirakan kapasitas energi data center di Indonesia akan mencapai 210 megawatt (MW) pada 2024, atau naik 44,83% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sederet pemicu peningkatan kapasitas data center di tahun ini seiring angka penetrasi internet Indonesia yang per tahun ini telah mencapai 77% hingga transformasi digital yang digeber Indonesia.
Sementara itu, Real Estate Asia memperkirakan bisnis data center Indonesia pada 2026 diramalkan bisa bernilai hingga US$3,07 miliar atau Rp45,9 triliun.
Adapun untuk mencegah berulangnya insiden yang terjadi pada PDNS 2 di Surabaya, Sigit mengimbau perlu dilakukan pendekatan security-by-design.
“Jadi pertimbangan keamanan harus dilibatkan sejak awal. Dalam hal ini BSSN [Badan Siber dan Sandi Negara] harus terlibat sejak awal, jangan hanya diberi tugas monitoring saja,” jelasnya.
Sigit juga mendorong agar kasus tersebut diselidiki dan diusut hingga tuntas mengikuti regulasi dan standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ada.
“Jangan sampai terjadi distrust [ketidakpercayaan] di masyarakat, karena instansi yang dianggap menjadi contoh menerapkan standar keamanan, malah diserang dan dilumpuhkan, apalagi jika penanganannya kurang baik,” tuturnya.
Ke depan, lanjut Sigit, perlu ada kejelasan antara fungsi regulator dengan pelaksana agar aturan bisa lebih ditegakkan.
Pasca penemuan ransomware di PDNS 2, ditemukan upaya penonaktifan fitur keamanan Windows Defender mulai 17 Juni 2024 pukul 23.15 WIB yang memungkinkan aktivitas malicious (berbahaya) beroperasi.
Jika dilihat dari urutan kejadiannya, aktivitas malicious mulai terjadi pada 20 Juni 2024 pukul 00.54 WIB, di antaranya melalui instalasi fail malicious, penghapusan filesystem penting, dan penonaktifan layanan berjalan.
Kemudian pada 20 Juni 2024 pukul 00.55 WIB, diketahui Windows Defender mengalami crash dan tidak bisa beroperasi. Insiden ini membuat sejumlah layanan publik terganggu, termasuk berdampak pada layanan keimigrasian
Pada 20 Juni 2024, layanan keimigrasian pada unit pelaksana teknis (kantor imigrasi, unit layanan paspor, unit kerja keimigrasian) serta tempat pemeriksaan imigrasi pada bandar udara dan pelabuhan untuk sementara mengalami kendala.
Bukan hanya itu, lumpuhnya sistem PDNS 2 juga berdampak pada sistem layanan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang mengharuskan 853.393 mahasiswa melakukan reclaim akun KIP Kuliah serta mengunggah kembali dokumen dan pendaftaran KIP Kuliah.