Bandar Susah Ditangkap, RI Sulit Bebas dari Jeratan Judi Online

Rika Anggraeni
Minggu, 7 Juli 2024 | 18:12 WIB
ILUSTRASI JUDI ONLINE Warga mengakses platform judi online di Jakarta, Rabu (24/1/2024). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
ILUSTRASI JUDI ONLINE Warga mengakses platform judi online di Jakarta, Rabu (24/1/2024). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pakar keamanan siber menyebut, bandar judi online yang seringkali tidak berada di Indonesia membuat penangkapan bandar judi online cukup sulit dilakukan. Selain itu, bandar judi online juga seringkali berada di negara yang melegalkan perjudian.

Pengamat dan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan bahwa penyembunyian identitas diri bandar judi online yang ketat juga membuat penangkapan bandar judi online cukup sulit dilakukan.

“Menurut kami penangkapan bandar judi bukanlah prioritas utama karena yang terpenting adalah bagaimana menurunkan tingkat permainan judi online di Indonesia sehingga tidak ada lebih banyak warga yang menjadi korban judi online ini,” kata Pratama kepada Bisnis, Minggu (7/7/2024).

Meski demikian, Pratama menuturkan bahwa penangkapan bandar judi online merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menghentikan judi online. Namun, jika penangkapan bandar judi online sangat sulit, Pratama menyarankan agar lebih baik fokus untuk memutus rantai antara pengguna judi online dengan permainan judi online.

Caranya, lanjut dia, dengan melakukan pemblokiran akses ke server judi online, memblokir nomor rekening dan dompet digital yang dipergunakan untuk deposit, hingga menangkap influencer serta agen yang mempromosikan dan mengelola situs judi online.

Maka dari itu, Pratama menilai bahwa Indonesia akan sulit untuk sepenuhnya terbebas dari praktik judi online. “Indonesia akan sulit untuk benar-benar bersih dari judi online karena pemerintah akan berlomba dengan bandar dan operator judi online dalam hal ini,” ujarnya.

Meskipun tidak dapat memberantas secara total, Pratama berharap sejumlah tindakan yang dilakukan oleh Satgas Pemberantasan Judi Online akan efektif mengurangi jumlah warga masyarakat yang terjebak dalam lingkaran judi online.

Sebagaimana diketahui, judi online telah menjerat semua kalangan, mulai dari anak-anak, ibu rumah tangga, polisi, hingga anggota DPR.

Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online mulai masif terjadi di sekitar 2019, 2020, dan 2021.

Pada 2017, PPATK disebut sudah menemukan dana sekitar Rp2,1 triliun terkait dengan transaksi judi online. Satu tahun berikutnya atau pada 2018, dana itu berkembang menjadi Rp3,9 triliun dan meningkat secara eksponensial hingga 2021.

“Yang paling masif adalah 2021 ke 2022 itu Rp57 triliun menjadi Rp104 triliun. Lalu berkembang di 2023 saja kami ketemu angka transaksi terkait dengan judol ini Rp327 triliun," ungkap Kepala PPATK epala PPATK Ivan Yustiavandana.

Bahkan, pada kuartal I/2024, PPATK sudah menemukan transaksi lebih dari Rp101 triliun. Pada periode yang sama, PPATK telah menganalisis lebih dari 60 juta transaksi keuangan terkait dengan judi online.

Lebih lanjut, Ivan mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 anggota DPR dan DPRD terlibat perjudian daring atau judi online. Menurutnya, nilai deposit dari para pelaku judi online klaster anggota legislatif itu bisa mencapai Rp25 miliar. Sementara itu, satu orang bisa melakukan transaksi judi online ratusan juta sampai dengan miliaran rupiah.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper