Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 14 Juni 2024 melalui Surat Keputusan Presiden atau Keppres Nomor 21 Tahun 2024.
Pakar Keamanan Siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengatakan bahwa pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online merupakan langkah yang tepat diambil oleh pemerintah.
Kendati demikian, Pratama menyoroti tidaklanjuti hasil rapat Satgas Judi Online pada 19 Juni yang meminta penyelenggara jasa telekomunikasi layanan gerbang akses internet (network access point/NAP) untuk memblokir akses internet dari dan ke Kamboja serta Filipina sebagai upaya pemberantasan judi online.
“Pemblokiran total ini sebetulnya agak berlebihan karena seharusnya yang diblokir cukup IP address dari server permainan judi online, tanpa perlu memblokir total akses dari dan ke kedua negara tersebut,” kata Pratama kepada Bisnis, Minggu (7/7/2024).
Sebab, Pratama menjelaskan bahwa yang akan merasakan dampak pemblokiran tidak hanya orang-orang yang bermain judi online, melainkan juga warga biasa yang harus terhubung ke website dari kedua negara tersebut untuk urusan lain, termasuk dalam hal pekerjaan.
Meski menganggapnya berlebihan, Pratama menilai langkah pemblokiran ini akan sedikit banyak mengurangi jumlah orang yang akan bermain judi online karena tidak bisa terhubung ke server permainan.
“Pemblokiran total ini memang sangat menguntungkan pihak Kominfo karena dengan melakukan pemblokiran total, Kominfo tidak perlu menginformasikan satu persatu IP address dari server judi online yang berasal dari kedua negara tersebut,” sambungnya.
Di sisi lain, sebelum dibentuknya Satgas Pemberantasan Judi Online, Pratama mengatakan bahwa selama ini masing-masing pihak melakukan tindakan pemberantasan judi online masih secara sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksi dari masing-masing kementerian dan lembaga.
“Tanpa ada suatu pihak yang mengorkestrasikan tindakan tersebut [Satgas Judi Online] sehingga tindakan pemberantasan judi online menjadi kurang efektif karena tidak terkoordinir dengan baik sehingga masih banyak target yang terlewat karena setiap kementerian dan lembaga memiliki data sendiri-sendiri yang saling terpisah,” tuturnya.
Pratama berharap dengan dibentuknya Satgas Judi Online akan mempercepat pemberantasan judi online di Indonesia. Menurutnya, seluruh pihak dapat bahu-membahu memberantas judi online, sebab praktik judi online tidak dapat diberantas hanya oleh satu kementerian atau lembaga, melainkan perlu adanya kerja sama dari berbagai kementerian dan lembaga.
Kerja sama yang dimaksud, antara lain melakukan pemblokiran situs, pemblokiran rekening, pelacakan transaksi keuangan, serta penangkapan orang yang menjadi operator maupun influencer dari judi online.
“Dengan terbentuknya Satgas ini seharusnya pihak kepolisian akan lebih mudah menyelidiki para operator serta bandar besar judi online yang ada di Indonesia karena didalam keanggotaan satgas juga terdapat PPATK [Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan], OJK [Otoritas Jasa Keuangan], serta Bank Indonesia,” tuturnya.
Sehingga, sambung Pratama, penelusuran serta pengungkapan arus dana dari rekening yang dipergunakan untuk deposit bisa lebih mudah karena informasi tersebut bisa didapatkan secara langsung dari sesama anggota Satgas Pemberantasan Judi Online.
Sementara itu, laporan We Are Social dan Meltwater mengungkap bahwa sebanyak 9,7% pengguna internet di dunia melakukan judi online pada kuartal IV/2023.
Dilansir dari Data Indonesia, Minggu (7/7/2024), Afrika Selatan menjadi negara dengan persentase pengguna internet yang bermain judi online tertinggi di dunia. Persentasenya mencapai 31,7% pada kuartal IV/2023.
Mengekor Norwegia yang menempati posisi kedua dengan pengguna internet yang bermain judi online, sebanyak 26%. Lalu, sebanyak 25,9% pengguna internet di Yunani melakukan judi online.
Selanjutnya, persentase pengguna internet yang bermain judi online adalah Brasil dan Hungaria, yang masing-masing sebesar 22,7% dan 21,9%.
Jika ditinjau dari sisi usia, pengguna internet dalam rentang usia 35–44 tahun merupakan usia yang paling banyak melakukan judi online pada kuartal IV/2023.
Dari sana terlihat proporsi pengguna internet laki-laki usia 35–44 tahun yang bermain judi online mencapai 13,3%. Angkanya lebih tinggi dari pengguna internet perempuan di kategori usia yang sama sebesar 9,2%.