Heboh Dugaan Predatory Pricing Starlink, KPPU Angkat Bicara

Ni Luh Anggela
Senin, 10 Juni 2024 | 19:03 WIB
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua KPPU, Fanshurullah Asa, menyampaikan belum ada sikap resmi dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa layanan internet berbasis satelit Starlink milik Elon Musk masuk dalam predatory pricing.

Fanshurullah Asa mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan bahwa Starlink terbukti melakukan predatory pricing atau praktik menjual produk dengan harga yang sangat rendah untuk menghilangkan persaingan.

Menurutnya, hal tersebut akan ditentukan dalam rapat internal KPPU untuk memutuskan apakah Starlink melakukan predatory pricing atau tidak.

“Ini yang perlu kami sampaikan terkait Starlink, jadi sekali lagi kami belum ada keputusan resmi,” kata Fanshurullah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (10/6/2024). 

Dalam kesempatan ini pihaknya meminta waktu untuk mengkaji lebih dalam mengenai indikasi praktik predatory pricing oleh Starlink. Pasalnya, KPPU perlu melihat aspirasi-aspirasi dari berbagai pihak, baik dari sisi regulasi, konsekuensi hukum, maupun dari sisi kepentingan politis.

Hal tersebut disampaikan oleh Fanshurullah untuk menjawab sejumlah pertanyaan dari anggota Komisi VI yang dilontarkan kepada KPPU mengenai Starlink.

Anggota Komisi VI Rieke Diah Pitaloka meminta KPPU untuk menelusuri lebih lanjut mengenai layanan Starlink lantaran disebut tidak mengikutsertakan network operation center (NOC) dan network access provider (NAP) di Indonesia. 

“Ini juga kan masalah Pak sebetulnya? Bahwa kemudian ada predatory pricing, saya kira tidak bisa itu hanya dengan perspektif bisnis as usual. Saya membutuhkan kajian lebih mendalam tolong dibantu Pak,” ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR RI, Harris Turino, mengutip sejumlah data menyebut bahwa Starlink belum memiliki uji laik operasi atau ULO. Kantor Starlink di Indonesia kata dia, masih menyewa co-working space dan tidak memiliki badan hukum di Indonesia, padahal sudah beroperasi di Tanah Air.

“Apalagi kalau nantinya mereka akan masuk ke bisnis yang b to c, ini jelas akan mematikan seluruh internet provider yang ada di Indonesia,” kata Harris dalam rapat kerja dengan Kementerian Koperasi dan UKM dan rapat dengan pendapat dengan KPPU di Kompleks Parlemen, Senin (10/6/2024).

Anggota Komisi VI Amin menambahkan, perlu peran strategis dari KPPU perlu menyikapi kehadiran Starlink di Indonesia, apakah ada indikasi predatory pricing serta pelanggaran-pelanggaran lain yang dapat mengancam pengusaha lokal.

“Selain juga bagaimana KPPU mengawasi praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di era bisnis digital, ekonomi digital,” pungkasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ni Luh Anggela
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper