Bisnis.com, JAKARTA - Misi luar angkasa Amerika Serikat yang dinamakan misi Apollo pada 1969 sampai 1972 telah mengirimkan 12 astronaut ke Bulan. Namun, 55 tahun sejak peristiwa itu, dengan teknologi yang jauh lebih canggih pada masa kini, umat manusia belum lagi mengirimkan perwakilannya untuk melakukan hal yang sama.
Misi Artemis milik NASA yang merupakan program pendaratan astronaut ke Bulan tampak lambat dan rumit. Program ini pertama kali dicanangkan pada 2017 lalu.
Melansir dari Space.com Senin (22/4/2024), ada 3 aspek yang menjadi alasan mengapa hal itu terjadi. Tiga aspek tersebut adalah biaya, politik dan prioritas.
Baca Juga Astronot AS Kembali ke Bumi Setelah 371 Hari di Luar Angkasa, Pesawat Sempat Ditabrak Asteroid |
---|
Misi Apollo menghabiskan uang dalam jumlah besar. Pada puncaknya, NASA menghabiskan sekitar 5% dari seluruh anggaran federal, dan lebih dari setengahnya digunakan untuk program Apollo.
Dalam nilai inflasi saat ini, keseluruhan program Apollo akan mencapai lebih dari US $260 miliar. Jika proyek Gemini dan program bulan robotik juga dimasukkan, yang merupakan langkah-langkah penting sebelum Apollo, total biaya mencapai lebih dari US $280 miliar.
Sebagai informasi, saat ini NASA hanya mendapatkan kurang dari setengah persen dari total anggaran federal, dengan jangkauan prioritas dan arahan yang lebih luas.
Dalam dekade terakhir, NASA telah menghabiskan sekitar US $90 miliar untuk program Artemis. Tentu saja, anggaran yang lebih kecil untuk pendaratan di Bulan yang baru, kemungkinan kita akan membuat kemajuan yang lebih lambat, meskipun dengan kemajuan teknologi.
Dalam aspek politik, 1960 merupakan tahun di mana Amerika Serikat sedang berada di tengah-tengah perlombaan luar angkasa, sebuah kompetisi dengan Uni Soviet untuk mencapai sebanyak mungkin yang pertama di luar angkasa, terutama pendaratan manusia di bulan.
Penjelajahan luar angkasa ke Bulan selain sebagai simbol supremasi, juga dijadikan tempat untuk mendirikan pangkalan luar angkasa dan melakukan penelitian.
Masyarakat mendukung dan bersemangat dengan gagasan ini, begitu pula anggota parlemen yang mengatur anggaran NASA yang besar.
Terakhir, konsep Artemis modern memiliki rangkaian prioritas yang jauh berbeda dengan misi-misi Apollo.
Sebagai contoh, toleransi risiko sekarang jauh lebih rendah daripada di tahun 1960-an. Misi-misi Apollo pada saat itu sangat berbahaya, dengan kemungkinan kegagalan yang signifikan.
Bahkan, beberapa misi mengalami bencana: kebakaran Apollo 1 yang menewaskan tiga astronaut, shutdown mesin saat Apollo 6, dan cacat desain yang hampir menyebabkan kematian astronaut Apollo 13.
NASA, pembuat kebijakan, dan masyarakat tidak mau mengambil risiko sebesar itu lagi.
Misi Artemis dirancang berdasarkan serangkaian tujuan yang berbeda.
Pertama, para astronot akan menghabiskan hingga seminggu di permukaan bulan, yang membutuhkan lebih banyak makanan, air, bahan bakar, dan alat ilmiah. Kedua, investigasi ilmiah akan menjadi fokus utama dalam program Artemis, yang berarti memerlukan desain misi yang lebih panjang dan kompleks.
Ketiga, misi bukan hanya untuk mengirimkan umat manusia ke Bulan, tetapi juga sekaligus membangun infrastruktur yang nantinya bisa menunjang kebutuhan manusia. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)