Telkomsat (TLKM): Starlink Buka Sumber Pendapatan Baru

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 16 April 2024 | 18:43 WIB
Pekerja Telkomsat berada di depan infrastruktur penerima sinya satelit Starlink Elon Musk/dok. Telkomsat.
Pekerja Telkomsat berada di depan infrastruktur penerima sinya satelit Starlink Elon Musk/dok. Telkomsat.
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat) mengaku tidak khawatir dengan kehadiran Starlink. Satelit orbit rendah bumi tersebut membuka sumber pendapatan baru bagi perusahaan berkat karakteristik internet yang dimiliki. 

Dikutip dari Starlink Mag, tingkat latensi atau lama satelit Starlink memberikan sinyal hingga diterima oleh konsumen hanya sekitar 45 milidetik (ms).

Angka inipun jauh lebih cepat dibandingkan satelit low orbit lainnya seperti Viasat yang sebesar 630 ms dan HughesNet di angka 724 ms.

Lebih lanjut, dilansir dari laman Starlink, satelit ini juga memiliki kecepatan download di kisaran 25 hingga 220 mbps. Adapun pengguna rata-rata bisa mendapatkan kecepatan lebih dari 100 mbps.

Direktur Pengembangan Bisnis (CDO) Telkomsat Anggoro Kurnianto Widiawan mengatakan perusahaan telah memiliki kerja sama dengan SpaceX Starlink sejak 2022. Telkomsat memanfaatkan kapasitas yang dimiliki Starlink, untuk menyalurkan internet di daerah terpencil. Total terdapat 180 Gbps kapasitas yang siap digunakan Telkomsat. 

Anggoro mengakui bahwa Starlink membuka peluang perusahaan untuk memberikan opsi layanan kepada pelanggan korporasi lebih terbuka. Permintaan terhadap layanan ini pun diklaim terus meningkat. 

“Permintaan ada terus. Untuk Telkomsat kontribusi [Starlink] cukup signifikan. Starlink membuka layanan baru sama seperti satelit HTS Merah Putih,” kata Anggoro kepada Bisnis beberapa waktu lalu. 

Sebelumnya, VP Corporate Communication Telkom Andri Herawan Sasoko mengatakan kerja sama Telkom melalui Telkomsat dengan Starlink bertujuan untuk mendukung program pemerintah untuk percepatan pemerataan digitalisasi ke seluruh pelosok negeri, mengingat masih banyak wilayah di Indonesia yang minim akan infrastruktur backhaul (jaringan pengalur).  

Backhaul adalah suatu jalur yang menghubungkan dari suatu Base Station ke Base Station lain atau dari suatu Base Station ke core network. Di daerah rural, hal ini menjadi isu mengingat geografis di daerah rural yang terjal dan sulit dijangkau oleh serat optik, bahkan gelombang micro atau microwave.  

Laporan Kemenkominfo menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 12.000 desa yang belum mendapat akses internet pada 2020. Jumlah tersebut tengah dipangkas, dan belum memberikan hasil yang signifikan. 

Kemudian, Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) penetrasi internet di Indonesia mencapai 77 persen. Artinya, ada 23 persen penduduk Indonesia yang belum mendapat akses internet.  Ironinya, 20 persen dari 23 persen yang belum mendapat akses internet berada di Indonesia bagian timur. 

Dengan berperan sebagai penyedia backhaul, perusahaan telekomunikasi yang ingin menghadirkan layanan di daerah terpencil dapat menggunakan opsi layanan Starlink. 

Namun, perlu diketahui bahwa harga layanan Starlink lebih mahal jika dibandingkan dengan harga sewa serat optik dan fixed wireless acces (FWA).

“Jauh lebih mahal harganya dibandingkan dengan fiber optik. Beberapa kali lipat. Jadi perbandingannya sangat jauh dan penawaran mereka berbeda. Kalau fiber optik bandwidthnya besar sehingga jadi unlimited,” kata Anggoro. 

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper