Bisnis.com, JAKARTA - Praktik RT/RW Net ilegal tidak hanya menghambat bisnis penyedia layanan internet rumah resmi, juga membuat bisnis operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan Smartfren tergerus. Masyarakat menjadi malas membeli paket data seluler karena di rumah sudah ada internet tetap dengan harga murah untuk 1 keluarga.
Chief Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison M. Danny Buldansyah mengatakan penyedia internet tetap ilegal merugikan operator seluler. Dia menuturkan seharusnya pelaku penjual kembali layanan internet tanpa izin tersebut ditertibkan.
Praktik yang mereka lakukan merugikan perusahaan telekomunikasi resmi yang setiap tahun rutin memberi kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Dampaknya sudah kelihatan tergerusnya pendapatan bahkan yang mobilenya juga, ketika mereka pelanggan sampai rumah mereka akan menggunakan internet rumah jadi mereka yang di rumah-rumah itu yang tadinya pakai mobile jadi tidak pakai lagi, di sana kami tergerus,” kata Danny yang juga menjabat sebagai Dewan Pengawas ATSI kepada Bisnis, Kamis (11/4/2024).
Sekadar informasi, selama periode 2013-2022, pertumbuhan pertahun rerata pendapatan per pelanggan (ARPU) operator seluler hanya 2,98%. Ditengah pertumbuhan ARPU yang tipis, operator harus menghadapi pertumbuhan beban BHP frekuensi yang naik hingga 12% per tahun selama periode yang sama.
Sementara itu, apa yang dikatan Danny adalah sesuatu yang benar terjadi di lapangan.
Pii, bukan nama sebenarnya, mengaku menggunakan layanan internet rumah dengan harga sangat murah karena tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membeli pulsa seluler. Pii yang tinggal bersama istri dan kedua anaknya, sudah 2 tahun mengurangi belanja pulsa seluler.
Mereka hanya membeli pulsa ketika bepergian ke luar dengan waktu pemakaian harian dan mingguan.
“Kalau mau pergi aja beli pulsa,” kata Pii kepada Bisnis.
Pii mengaku setiap bulan membayar Rp100.000 kepada penjual layanan internet rumah murah, yang berada tepat di depan rumahnya. Biaya tersebut tidak termasuk biaya instalasi pada awal-awal pemasangan yang sebesar Rp200.000.
Pii mengaku telah berlangganan internet rumah murah itu selama 2 tahun. Jaringan yang dipakai adalah layanan milik First Media, yang saat ini telah tergabung di XL Axiata. Pii tidak mengetahuia apakah internet yang dipakai ilegal atau tidak, tetapi dia tahu jika penjual internet tersebut turut menjajaki layanan internetnya kepada pelanggan lain.
“Ada 3-4 orang yang juga langganan sama dia,” kata Pii.
Sebelumnya, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan ISP ilegal mengancam bisnis ISP resmi.
Untuk hadir ke suatu wilayah, kata Ian, ISP atau operator seluler akan memperhitungkan jumlah investasi yang digelontorkan dengan potensi pelanggan yang dapat mereka rangkul, lewat harga dan kualitas layanan yang diberikan.
Langkah ini menjadi tidak efektif, karena layanan internet ISP yang ditawarkan kepada pelanggan, kemudian dijual lagi oleh pelanggan tersebut ke calon pelanggan dari ISP tersebut dengan harga layanan yang jauh lebih murah dan paket yang lebih kecil.
“Jadi ketika masuk ke suatu wilayah, misalnya rusun, ISP sudah melakukan perhitungan potensi pelanggan yang didapat, tetapi ternyata oleh pelaku disebar lagi dan akhirnya berkurang [potensi pelanggan yang didapat],” kata Ian kepada Bisnis, Selasa (2/4/2024).
Surveri Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan penetrasi internet di Indonesia pada 2024 mencapai 79,5% naik 1,31% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan pengguna internet memang relatif tidak terlalu besar dalam bebeapa tahun terakhir.
Ian juga mengatakan untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) hakikatnya dapat melakukan penindakan selama ISP berani untuk melapor dan memiliki cukup bukti.
Sementara itu, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan penggelaran internet ilegal harus ditertibkan, agar aturan tetap ditegakkan.
“Karena rezim pengaturan kita terkait penyelenggaraan telekomunikasi ini masih rezim perizinan, maka regulator tidak boleh melakukan "pembiaran", perlu dilakukan enforcement aturan,” kata Sigit.