Bisnis.com, JAKARTA - PT XL Axiata Tbk. (EXCL) menghindari penerapan skema batas normal atau fair usage policy (FUP) di tengah maraknya praktik RT/RW Net Ilegal. Perusahaan memiliki cara yang dianggap lebih ampuh untuk menekan penyebaran ISP ilegal.
Head of External Communications XL Axiata Henry Wijayanto mengatakan perusahaan melalui produk XL SATU selalu mengedepankan kenyamanan pelanggan dengan koneksi internet unlimited, tanpa FUP. Meski demikian, lanjutnya, praktik RT/RW Net Ilegal tetap diperangi oleh perusahaan.
XL melakukan koordinasi dengan pemerintah dan juga asosiasi terkait (APJII, ATSI) dan sebagainya untuk bisa secara bersama-sama melakukan edukasi dan juga perlunya penerapan aturan untuk mencegah makin maraknya praktik illegal penjualan kembali layanan Internet tersebut.
“XL menerapkan aturan pencegahan terhadap praktik penjualan kembali layanan Internet/RT RW Net ilegal melalui syarat dan ketentuan berlangganan, yang menekankan adanya sanksi pemutusan layanan Internet bilamana terbukti terdapat penyalahgunaan dalam berlangganan dan menggunakan layanan Internet,” kata Henry kepada Bisnis, Senin (8/4/2024).
Untuk diketahui, pada 2023, XL Axiata memiliki 2 juta homepass atau serat optik yang melewati rumah, naik dua kali lipat dibandingkan dengan 2022 yang sebesar 1 juta homepass.
Dari jumlah tersebut, jumlah rumah yang terhubung dengan internet tetap XL mencapai 235.000 atau naik 91% year on year/YoY.
Tingkat penetrasi convergence XL naik, dari 37% pada 2022 menjadi 75% pada 2023.
Tidak hanya itu, seiring dengan homepass yang maki banyak, cakupan layanan XL Satu juga makin luas dari 30 kota pada 2022 menjadi 86 kota pada 2023.
Henry mengatakan praktik penjualan kembali layanan Internet atau yang disebut RT/RW Net ilegal merupakan tindakan yang merugikan bagi semua pihak, baik bagi pelanggan, ISP/operator, maupun bagi pemerintah.
Bagi pelanggan, praktik ini sekilas memang tampak menguntungkan karena bisa mendapatkan layanan Internet dengan harga yang murah, namun tidak akan “sustain” atau awet karena internet yang dia gunakan tersebut bisa diputus oleh penyelenggara Internet sewaktu-waktu.
“Karena mekanismenya berlangganannya tidak melalui mekanisme yang seharusnya alias illegal,” kata Henry.
Sementara bagi ISP atau operator, sambung Henry, ini merugikan harga layanan Internet yang ditawarkan terkesan menjadi lebih mahal, sulit dijual karena sudah ada yang menawarkan Internet murah secara ilegal.
Harga murah dapat diberikan karena penjual tersebut tidak membayar kewajiban BHP frekuensi dan kewajiban kewajiban lainnya sebagai penyedia internet.
“Dan pemerintah juga dirugikan karena kalau praktik seperti ini terus berlangsung juga akan potensi menurunkan pendapatan pemerintah dari BHP frekuensi dan sebagainya, yang dibayarkan para ISP/operator,” kata Henry.