Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Telematika Indonesia mengatakan kehadiran Starlink di Ibukota Negara (IKN) Nusantara bisa menghasilkan latensi yang lebih rendah dan komunikasi yang lebih cepat. Namun, Starlink juga mengancam industri eksisting dan menimbulkan masalah keamanan data.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati mengatakan satelit Starlink yang termasuk low earth orbit memang menyediakan jangkauan yang lebih baik daripada Satria-1 yang merupakan satelit geostasioner.
Alhasil, kata Sigit, satelit yang satu ini dapat meningkatkan konektivitas global dan menawarkan penggunaan spektrum frekuensi radio yang terbatas secara lebih efisien. Bahkan teknologi yang satu ini, kata Sigit, dapat bersaing dengan mobile ataupun fixed broadband.
“Satelit NGSO yang berada di orbit Bumi rendah [LEO] mengorbit pada ketinggian yang lebih rendah daripada satelit GEO, yang berarti sinyal dapat menempuh jarak yang lebih pendek dari dan ke satelit. Hal ini menghasilkan latensi yang lebih rendah dan kecepatan komunikasi yang lebih cepat,” ujar Sigit kepada Bisnis, Jumat (9/2/2024).
Namun, Sigit mengatakan, karena kemampuan Starlink yang luar biasa ini, industri lokal baik yang bergerak di industri mobile broadband ataupun fixed broadband akan sangat dirugikan.
Pada satu kesempatan, bos XL Axiata Dian Siswarini mengatakan Starlink bisa merebut pangsa pasar milik operator seluler.
“Apalagi sekarang muncul pemain baru yang nantinya akan mendunia kalau Elon Musk muncul, sudah masuk ke sini dan kita tidak mendapatkan playfield yang sama. Wah, itu mungkin bisa dibabat habis,” ujar Dian, Kamis (24/8/2023).
Oleh karena itu, Sigit menyarankan pemerintah untuk membatasi perizinan Starlink ataupun satelit LEO lainnya, guna mengantisipasi disrupsi industri telekomunikasi.
Sigit mencontohkan, pemerintah dapat mengarahkan produsen satelit LEO untuk memberi layanan di daerah remote atau membatasi hanya untuk backhaul. “Tidak untuk ditawarkan secara retail,” ujar Sigit.
Lebih lanjut, Sigit mengatakan ada aspek penting lainnya yang harus dipertimbangkan pemerintah terkait adopsi Starlink di IKN, yakni keamanan dan kedaulatan negara.
Sigit menjelaskan, transmisi yang terjadi antar satelit dalam konstelasi secara langsung tanpa melalui stasiun bumi, memang dapat berpotensi menimbulkan isu kedaulatan dan penegakan regulasi.
Alhasil, jika nantinya Starlink benar-benar beroperasi di IKN, pastinya akan memunculkan banyak interpretasi liar.
“Misalnya, apakah karena IKN diasumsikan masih sebagai daerah remote atau rural bukan perkotaan, dan karena IKN jumlah penduduknya tidak akan bertambah banyak dalam beberapa tahun ke depan,” ujar Sigit.
Selain itu, jika memang IKN ditinggali oleh pejabat penting negara, data penting negara akan berada dalam posisi bahaya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana Starlink untuk masuk ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Luhut menyebut, pengurusan persyaratan Starlink untuk berinvestasi di IKN sudah hampir rampung dan menunggu penerbitan izin layak operasi atau ULO dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).