Bisnis.com, JAKARTA - Meski telah mendapat izin dari World Radiocommunication Conference (WRC) perihal spektrum frekuensi, High Altitude Platform Station (HAPS) atau BTS terbang dinilai memiliki kekurangan yang membuat teknologi ini sulit beroperasi.
Haps mendapat julukan base transceiver station (BTS) terbang karena wahana dirgantara ini nantinya dapat mengangkut BTS di ketinggian 20 kilometer-25 kilometer (stratosfer) atau ketinggian antara satelit dengan pesawat terbang.
Ketinggian tersebut lebih tinggi dibandingkan menara telekomunikasi pada umumnya yang hanya sekitar 30 meteran. Alhasil, BTS terbang dapat memberikan cakupan layanan yang sangat luas hingga 200 kilometer atau setara dengan 400 BTS yang terletak di bumi.
Managing Director Avealto Ltd. Walt Anderson mengatakan meski dapat memberikan layanan yang luas, BTS terbang dari kendaraan HAPS akan mahal dan akan lebih mahal daripada layanan telepon seluler biasa.
“Layanan BTS Terbang yang disediakan dari kendaraan HAP tidak akan memiliki kualitas yang sama dengan layanan yang disediakan oleh ground based cellular sites. Layanan dari BTS terbang ini mungkin tidak berfungsi sama sekali di gedung atau di luar ruangan di area yang banyak pepohonan,” kata Anderson kepada Bisnis, Jumat (29/12/2023).
Anderson menambahkan dengan BTS Terbang yang mengudara, operator seluler juga perlu mengenakan harga premium tambahan untuk akses ke HAPS atau Layanan Satelit Langsung ke Handset.
“BTS Terbang bukanlah teknologi yang layak untuk membantu menutup kesenjangan digital bagi jutaan orang di Indonesia,” kata Anderson.
Anderson menjelaskan wahana dirgantara Avealto berbeda dengan HAPS yang sedang dikembangkan oleh salah satu perusahaan asal Jepang. HAPS Avealto berbentuk seperti balon udara.
Avealto akan menyediakan jenis koneksi yang disebut "Backhaul" kepada operator seluler dan operator BTS. Setiap lokasi menara seluler harus terhubung kembali ke jaringan pusat.
Di kota-kota, koneksi ini dilakukan melalui fiber atau microwave. Di wilayah terpencil, satu-satunya pilihan sebelum Avealto adalah koneksi satelit yang mahal.
“Avealto akan mengurangi biaya ini untuk memungkinkan operator seluler menyediakan layanan penuh di wilayah yang belum terlayani dan kurang terlayani,” kata Anderson.
Dari sisi biaya kapasitas, kata Walter, akan lebih murah sekitar 30%-50% dibandingkan dengan membeli kapasitas satelit. Hal tersebut dapat terjadi karena biaya pembuatan HAPS lebih murah dari satelit.
Jika pembuatan satelit dapat mencapai sekitar US$500 juta, HAPS jauh di bawah itu, Walter belum dapat memberitahu biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun HAPS.
Avealto, lanjutnya, hanya akan menyediakan layanan berkapasitas tinggi kepada operator telekomunikasi. Perusahaan tidak akan memberikan layanan kepada pelanggan ritel.
Teknologi Avealto memungkinkan operator seluler memiliki cara yang hemat biaya untuk melayani lebih banyak wilayah di Indonesia dan memberi kesempatan bagi jutaan orang di wilayah yang belum atau kurang terlayani untuk bisa mendapatkan konektivitas.
HAPS Avealto, yang disebut dengan wireless infrastructure platform (WIP), memiliki panjang sekitar 100 meter dan mampu mengangkut beban hingga 55 kilogram. WIP dapat mengudara dalam 3-5 bulan secara stabil.
HAPS Avealto beroperasi secara menetap di stratosfer pada ketinggian 18 kilometer hingga 22 kilometer di atas permukaan bumi. Dengan ketinggian tersebut, Avealto meyakini bahwa aktivitasnya tidak akan penerbangan di Indonesia, yang rata-rata berada di ketinggian 9-11 kilometer.
Avealto juga memproyeksikan balon udara yang berisi gas helium dan bergerak dengan tenaga surya itu, dapat memberikan layanan internet dengan cakupan 240 kilometer persegi untuk satu HAPS. Latensi yang dihadirkan akan jauh lebih rendah dari satelit, dengan kualitas internet yang lebih baik.