Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) tengah mengkaji putusan World Radiocommunication Conference (WRC) tentang High Altitude Platform Station (HAPS) atau base transceiver station (BTS) terbang.
Perusahaan menara telekomunikasi mempelajari dampak yang ditimbulkan HAPS jika hanya mendapat restu dari WRC.
Direktur Eksekutif Aspimtel Tommy Gustavi Utomo mengatakan kajian yang dilakukan Aspimtel tersebut akan dilakukan bersama perusahaan industri telekomunikasi lainnya di Indonesia.
“Kami berpendapat sebagai bagian dari pelaku bisnis di industri infrastruktur, kami akan mempelajari dahulu putusan WRC 2023 bersama-sama stakeholder industri telekomunikasi di Indonesia,” ujar Tommy kepada Bisnis, Selasa (26/12/2023).
Sebagai informasi, World Radiocommunication Conference (WRC) 2023 memutuskan wahana dirgantara super atau High Altitude Platform Station (HAPS) dapat beroperasi di Indonesia dengan menggunakan empat frekuensi di pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz.
HAPS nantinya dapat mengangkut base transceiver station (BTS) 4G di ketinggian 18 km-25 km (stratosphere) atau lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian satelit orbit rendah, seperti Starlink, yang sekitar 550 km.
Penempatan BTS di udara ini menjadi tahap lanjut perihal pengoperasian BTS, yang selama ini cenderung diletakan di tanah dan menempel dengan menara telekomunikasi. Maka, tidak heran jika HAPS kemudian disebut sebagai BTS terbang.
Tommy mempertanyakan mengenai posisi HAPS, yang diduga saat ini belum masuk ke dalam protokol Internasional Telecommunication Union (ITU).
Kata Tommy, jika kebijakan terkait BTS terbang ini sudah menjadi protokol dari organisasi internasional tersebut, industri di Indonesia akan menindaklanjutinya seturut dengan Indonesia yang merupakan anggota dari ITU.
"Jika sudah ditetapkan dalam ITU, maka Indonesia sebagai anggota ITU tentu akan menindaklanjutinya dengan pertimbangan untuk mendukung pertumbuhan jaringan digital yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia ini," kata Tommy.
Sebagai informasi, pada 2021 operator seluler sudah pernah menandatangani kerja sama dengan Google yang didorong oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menerbangkan HAPS dari Google, Google Loon.
Namun, proyek tersebut berhenti di tengah jalan. Pada tahun yang sama dengan penandatanganan perjanjian, Google Loon justru tutup usia. Hak patennya pun diberikan pada Softbank, yang kini mengembangkan teknologi serupa.
Adapun Softbank baru baru ini melakukan uji coba HAPS dan berhasil memverifikasi teknologi optimasi area cakupan. Alhasil, mereka berhasil memaksimalkan kapasitas komunikasi di seluruh area komunikasi yang dicakup oleh HAPS.
Dilansir dari Satnews, uji coba lapangan menggunakan antena silinder siap 5G yang dikembangkan oleh SoftBank pada Desember 2023.
Sementara di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga tengah mengkaji dampak base transceiver station (BTS) terbang di Indonesia.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Usman Kansong mengatakan salah satu yang jadi pertimbangan utama adalah keefektifan dalam mengatasi persoalan geografis di Indonesia.
Namun, Usman memastikan teknologi baru ini tidak akan benar-benar menggantikan menara.
“Tidak menggantikan sama sekali. Satelit tetap kita pakai, menara BTS juga tetap kita pakai, fiber optik juga tetap kita pakai,” ujar Usman.